Senin, 15 Desember 2014

on 1 comment

DISASTER IN LANDSLIDES BANJARNEGARA

BOJONEGORO: This I can videotape second last second occurrence of landslides very horrified,they might be in banjarnegara.

surprised confused, panicked like this sorry ni I saw the tape to cry while writing, I hope all my relatives afflicted always given patience, now all we can take lessons from all the calamities that come do not have to blame anyone -who, which needs to be in question is: why did the accident came.

Also the nature of life, before Humans were created in the world of nature had already created god, sent down to earth man is a "khalifa" or leader in the sense of a leader here is to keep all the ecosystems that exist in this world in order to balance, Because balance is the essence of the life.

We're talking about nature, nature may already reluctant friendly to us, Why? Maybe we were not paying attention to the preservation of balance in nature itself, the geographic area in Indonesia was in the area of hills and many trees we cut down indiscriminately in times of drought and forgot to plant back and finally erupted when the rains come no rain water which carries the discharge of material from the top of the hill there was nothing that could mengcuver with well.Maybe it our own fault ..

Disaster in banjarnegara sympathy from various institutions, from ordinary people to join the military self-sufficient mutual aid assist rescue teams in the search for victims of the victims who might still be buried in the avalanche ..

MARINES: Task Force led by Marine Lt. Col. M Bambang Moon has left the affected areas on Saturday (December 13, 2014) at 22:00 pm and Sunday (December 14, 2014) morning has come, "said The head of Public Information (Kasubdispenum) Navy Information Office (Dispenal ) Col (P) Suradi Supreme Slamet in description.

Marine Task Force had a magnitude of 122 personnel consisting of one company with the support of the team Taifib and a number of support equipment for the handling of victims at the site of the landslide The

material involved:

2 Hino Trucks, Ford Ranger
1 ambulance
1 PK
1 PAL RESCUE
1 field kitchen
4 Furnaces for cooking
8 tent
1 doctor
15 nurses
1 heavy equipment, communication SSB
25 HT
7 Firearms
5 gun.

In addition, Army Navy also has deployed a platoon of the naval base (the Navy Base) Cilacap and one platoon of naval base Cirebon, "said Suradi. Until last night, the joint team has found 39 deaths were buried by landslides in Jemblung Hamlet, Village Sampang, District Karangkobar, Banjarnegara.search for victims is still underway....continue to next news?.

Sabtu, 06 Desember 2014

on 1 comment

PERLUKAH ISTRI CANTIK

Rachma "wanita sholehah"
Ini ada pertannyaan bagi semua kaum adam "Perlukan istri itu cantik",mungkin ada orang yang masih bertannya seperti itu biarpun tak secara langsung pada suatu Forum pasti setidaknya dalam hati seoirang pria atau seorang suami.
bicara kencantikan seorang wanita, seorang laki-laki jangan tergoda karena paras yang cantik/wajah/lahirnya dan seorang laki laki harus bisa menbedakan  antara "kecantikan jasmani dan kecantikan rohani"
karena banyak seorang laki laki banyak terjebak oleh kemolekan seorang wanita

Wanita cantik memang relatif, tapi kalau jelek itu mutlak!” Demikianlah bunyi sebuah joke klise yang tidak tepat alias ngawur. Lho, kok ngawur? Ya, sebab pada dasarnya segala yang Allah ciptakan itu bagus dan indah. Allah ta'aala berfirman:

الَّذِي أَحْسَنَ كُلَّ شَيْءٍ خَلَقَهُ

“Dialah yang membaguskan segala sesuatu yang Dia ciptakan.” (QS. As-Sajdah [32]: 7)

Nabi ` bersabda:

كُلُّ خَلْقِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ حَسَنٌ

“Segala ciptaan Allah ‘Azza wa Jalla itu indah.” [Riwayat Ahmad dan ath-Thabrāni, serta dinyatakan valid oleh Syaikh al-Albāni]

Hanya saja, keindahan fisik yang Allah berikan kepada masing-masing individu itu beraneka ragam dan bertingkat-tingkat. Keanekaragaman dan tingkatan itulah yang kemudian didefinisikan sebagai jelek, cantik atau tampan.

Tipe dan model yang begini disebut sebagai cantik, dan model yang begitu disebut jelek. Pada dasarnya, yang demikian itu hanyalah diversifikasi dan pembedaan bentuk.

Bayangkan sekiranya seluruh manusia itu memiliki wajah dan postur yang sama. Repot kan?
Adalah fithrah manusia untuk menyukai segala hal yang indah. Karena itu, merupakan hal yang lumrah apabila seorang lelaki mencari wanita yang menurutnya indah atau cantik.

Terkadang kita jumpai sikap berlebihan (ghuluww atau ifrāth) di kalangan sebagian aktivis, bahwa seolah-olah menjadikan kecantikan sebagai salah satu parameter dalam memilih pasangan hidup merupakan ‘dosa’ atau perbuatan tercela.

Sebagian mereka juga ‘pasrah’ begitu saja apabila dijodohkan oleh pembimbing agama mereka (murabbi). Sikap semacam ini tentu saja bukan merupakan sikap yang tepat atau harus dilakukan. Sayangnya, ini masih cukup sering terjadi.

Sesungguhnya Islam adalah agama yang mudah (yusr) dan toleran (samhah). Islam mengakomodir keinginan dan kebutuhan manusia. Hanya saja, Islam memberi batasan dan aturan dalam pemuasan kebutuhan dan keinginan tersebut, untuk mencegah terbukanya pintu-pintu kerusakan.

Islam mengakomodir fithrah dan naluri manusia untuk menyukai lawan jenisnya. Karena itu Islam membolehkan bahkan menganjurkan menikah, serta menafikan dan melarang sikap membujang (tabattul). Namun, di sisi lain, Islam mengecam keras perbuatan zina, yang mengakibatkan hancurnya tatanan sosial dalam masyarakat.

Demikian pula halnya dalam memilih pasangan hidup. Islam mengakomodir apabila seorang pria membutuhkan wanita cantik sebagai pendamping hidupnya, selama proses yang dijalankan tidak bertentangan dengan syariah.

Jika seseorang suka makan gado-gado dan tidak suka makan bakso, maka jangan dipaksa untuk makan bakso, bukankah begitu?
Pemaksaan ‘selera’ dalam kehidupan rumah tangga dampaknya bisa sangat fatal, yaitu berupa ketidakharmonisan hubungan suami istri dan lain-lain. Sebagian orang menyatakan bahwa rumah tangga yang tidak harmonis termasuk ‘neraka dunia’.

Sayangnya, ada muslimah yang kurang menyadari hal-hal tersebut. Jika ada ikhwān melakukan nazhar (melihat calon pasangan) dalam proses ta`āruf (saling mengenal sebelum pernikahan) lalu proses tersebut gagal karena sang muslimah dinilai belum memenuhi kriteria secara fisik, maka jadilah si ikhwān jadi bahan celaan.

Padahal, seharusnya si akhwat tersebut berlapang dada. Sebab, jika proses tersebut dipaksakan berlanjut ke jenjang pernikahan, maka besar kemungkinan akan terjadi ketidakharmonisan dalam rumah tangga, yang dapat berbuntut perceraian.

Meskipun demikian, sikap semata-mata mencari kecantikan (beauty oriented) juga kurang tepat. Sebab, sekedar pasangan cantik tidak menjanjikan kebahagiaan. Faktor paling krusial dalam kebahagiaan rumah tangga adalah akhlak dan keshalihan dalam beragama. Ini adalah realitas yang tidak akan dipungkiri oleh mereka yang telah mengecap kehidupan rumah tangga.

Dari Abū Hurairah, Nabi ` bersabda,

تُنْكَحُ المَرْأةُ لأَرْبَعِ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وجَمَالِهَا ولِدِيْنِهَا فَاظْفَرْ بِذاتِ الدين تَرِبَتْ يَدَاك

“Wanita dinikahi karena empat perkara: karena hartanya, karena martabatnya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka hendaklah engkau mendapat wanita yang baik agamanya agar engkau beruntung dan tidak merugi.” [Riwayat al-Bukhāri.]

Ada dua pendapat di kalangan ulama dalam memahami hadits ini:
Pendapat Pertama: Hadits ini menunjukan bahwa seorang pria dianjurkan/disunnahkan untuk mencari istri dengan memperhatikan empat kriteria tersebut (harta, martabat, kecantikan dan agama).

Ini adalah pendapat yang dipilih oleh al-Hāfizh Ibn Hajar. Beliau berkata, “Sabda Nabi `: ‘karena kecantikannya‘ merupakan dalil bahwa dianjurkan untuk menikahi wanita yang jelita.

Kecuali jika terjadi kontradiksi antara wanita yang cantik jelita namun tidak shalih dan wanita yang shalih namun tidak cantik jelita (maka diutamakan yang shalih meskipun tidak cantik). Jika keduanya sama dalam hal keshalihan maka yang cantik jelita lebih utama (untuk dinikahi)….” [Lihat al-Fath, vol. IX, hal. 135].

Pendapat Kedua: Hadits tersebut hanya menyebut realitas yang terjadi di masyarakat, bahwa wanita dinikahi karena empat kriteria tadi. Dan kriteria yang dianjurkan dalam menikahi wanita hanyalah karena kebaikan agamanya.

Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Imam an-Nawawi. [Lihat al-Minhāj Syarh Shahīh Muslim Ibn al-Hajjāj, vol. X, hal. 51-52. Pendapat ini telah diisyaratkan oleh asy-Syaukani dalam an-Nail vol. IX, hal. 234.]

Imam Ibn Qudāmah berkata, “Hendaklah ia memilih wanita yang cantik jelita agar hatinya lebih tentram serta ia bisa lebih menundukkan pandangannya dan kecintaannya (mawaddah) kepadanya akan semakin sempurna.

Karena itulah disyari’atkan nazhar (melihat calon istri) sebelum dinikahi. Diriwayatkan dari Abū Bakr Ibn Muhammad Ibn `Amr Ibn Hazm dari

Rasulullah `, bahwa beliau bersabda,

إِنَّمَا النِّسَاءُ لُعَبٌ فَإِذَا اتَّخَذَ أَحَدُكُمْ لُعْبَةً فَلْيَسْتَحْسِنْهَا

“Para wanita itu ibarat mainan, maka jika salah seorang dari kalian hendak mengambil sebuah mainan maka hendaknya ia memilih mainan yang baik (yang cantik).” [Hadits ini dinyatakan tidak valid oleh Syaikh al-Albāni dalam adh-Dha’īfah no. 462. Lihat al-Mughnī vol. VII, hal. 82.]

Imam al-Munāwi berkata, “Jika pernikahan disebabkan dorongan kecantikan maka pernikahan ini akan lebih langgeng dibandingkan jika yang mendorong pernikahan tersebut adalah harta sang wanita, karena kecantikan adalah sifat yang senantiasa ada pada sang wanita adapun kekayaan adalah sifat bisa (lebih mudah) hilang dari sang wanita.”

Namun, sebagian Salaf tidak suka untuk menikahi wanita yang terlalu cantik. Imam al-Munāwi berkata, “Salaf membenci wanita yang terlalu cantik karena hal itu (dapat) menimbulkan sikap kesewenangan pada diri wanita, yang akhirnya mengantarkannya kepada sikap perendahan sang pria.”[Faidhu'l Qadīrvol. III, hal. 271.]

Ada hadits yang menunjukan larangan menikahi wanita karena motivasi selain agama. Dari Abdu’Llah Ibn `Amr, Nabi ` bersabda

لاَ تُنكِحوا النساءَ لِحُسْنِهن فَلَعَلَّهُ يُرْدِيْهِنَّ، ولا لِمَالِهِنَّ فَلَعَلَّهُ يُطْغِيْهِنَّ وانكحوهن

للدين. وَلَأَمَةٌ سوداء خَرْمَاءُ ذاتُ دِينٍ أَفْضَلُ

“Janganlah kalian menikahi para wanita karena kecantikan. Sebab bisa jadi kecantikan menjerumuskan mereka dalam kebinasaan. Dan janganlah kalian menikahi para wanita karena harta, karena bisa jadi harta menjadikan mereka berbuat hal-hal yang melampaui batas.

Namun nikahilah para wanita karena agama mereka. Sesungguhnya seorang budak wanita yang hitam dan terpotong sebagian hidungnya dan dengan telinga yang berlubang namun agamanya baik itu lebih baik (untuk dinikahi).” [Riwayat Ibn Mājah, al-Bazzār dan al-Baihaqi.]

Namun hadits ini tidak valid, tidak dapat dijadikan hujjah. [Sebagaimana dinyatakan oleh Syaikh al-Albāni dalam adh-Dha’īfah vol. III, hal. 172, dan Dhaī'fu'l Jāmi` no. 6216.]

Penting untuk diperhatikan, sebaiknya seorang pria menanyakan atau mencari tahu tentang kecantikan calon istri sebelum agamanya. Imam Ahmad berkata, “Jika seseorang ingin meminang seorang wanita maka hendaklah yang pertama kali ia tanyakan adalah kecantikannya.

Jika dipuji kecantikannya maka ia bertanya tentang agamanya. Jika kecantikannya tidak dipuji maka ia menolak wanita tersebut bukan karena agamanya namun karena kecantikannya.” [Syarh Muntahā'lIradāt, vol. II, hal. 623.]

Perkataan Imam Ahmad tersebut menunjukan tingginya fiqh dan pemahaman beliau. Sebab jika yang pertama kali ditanyakan adalah tentang agama si wanita, lalu dikabarkan kepadanya bahwa yang bersangkutan adalah wanita yang shalih, akan tetapi kemudian setelah dilihat ternyata secara fisik si wanita jauh di bawah harapan si pria, sehingga ia tidak jadi menikahi wanita tersebut, maka berarti si pria telah meninggalkan wanita tersebut padahal ia telah mengetahui bahwa wanita itu adalah wanita yang shalih.

Namun sekali lagi penting untuk ditekankan bahwa kecantikan adalah hal yang relatif. (Ingat joke di awal tulisan?) Terkadang seorang wanita sangat cantik menurut pria tertentu, namun ternyata tidak demikian menurut pria yang lain. Di samping itu, kriteria akhlak dan keshalihan agama lebih penting untuk ditekankan.

Ada saudara kita yang berumah tangga dan telah dikaruniai anak. Istrinya cantik. Keturunan Arab. Konon, adalah yang paling cantik di daerahnya dan menjadi idaman para pemuda di lingkungannya. Saudara kita ini merasa bangga bisa mendapatkannya. Namun, pada suatu perbincangan dia bertutur memberikan wejangan. Kira-kira demikian inti

ceritanya:
“Kita memang harus percaya dengan hadits Nabi ` tentang dinikahinya wanita karena empat perkara. Benarlah anjuran untuk wanita karena agamanya. Sungguh kecantikan istri kita itu akan memudar atau kita akan merasa terbiasa, bahkan mungkin kita bosan. Setiap saat, setiap hari, kita melihat dan berjumpa dengannya.

Akibatnya, kecantikan yang dulu terasa istimewa itu menjadi biasa. Bahkan, tak jarang kita akan melihat bahwa wanita lain terasa jauh lebih cantik darinya. Belakangan ini kami sering bertengkar, terutama ketika ia diingatkan tentang perkara agama. Maka, berusahalah untuk mencari istri yang baik dari sisi agamanya, niscaya akan datang ketenangan dan kebaikan dalam rumah tangga.”

Kemudian saudara kita tersebut menuturkan kisah salah seorang sahabatnya yang dikenalkan kepada kebenaran oleh istrinya. Dia begitu setia mengajari dan senantiasa melayani dengan tulus serta ikhlas untuk mengabdi pada sang suami, sehingga tiba suatu masa di mana si istri sampai mengatakan, “Silakan jika ingin ta’addud (poligami). Bila perlu akan saya bantu untuk mencarikan.”

Ternyata, si suami sama sekali tidak tertarik, karena merasa istri tercintanya tersebut sudah demikian istimewa, sedangkan belum tentu ia akan mendapatkan yang semisal dari istri kedua.

Walhasil, mencari istri cantik itu perlu. Tapi jangan lengah terhadap kriteria lain yang lebih utama, yakni keshalihan dan agama. Kata orang: Kita sedang mencari teman hidup, bukan teman tidur. Menikah itu ‘bersenyawa’, bukan sekedar bersetubuh.

Pada diri manusia ada dua kebutuhan yang harus terpenuhi. Kebutuhan lahir dan kebutuhan batin. Menurut saya, kecantikan itu lebih terkait dengan pemenuhan kebutuhan lahir, sedangkan keshalihan itu lebih terkait dengan pemenuhan kebutuhan batin.

Selanjutnya, kecantikan yang lebih bersifat lahir itu erat kaitannya dengan nafsu, sementara keshalihan yang lebih bersifat batin itu erat kaitannya dengan cinta dan kasih sayang. Idealnya, kebutuhan lahir dan batin, cinta dan nafsu, terkumpul dalam diri satu orang yang bernama ‘istri’.

Banyak hal yang kita tidak terduga di dunia ini maka kita di perintah untuk saling silaturahmi dengan saudara saudara kita yang lain.untuk para akhy dan ukhty silahkan klick artikel lainnya di sini.

Jumat, 05 Desember 2014

on 1 comment

SAMIN SURO SENTIKO (2)


Bojonegoro:Yap, kita lanjutkan bahasan soal kisah(kelompok) yang biasa kita menyebutnya WONG SAMIN(aliran samin)ok kita lanjut sambungan artikel terdahulu..Indonesia/ Bumi Nusantara (Jawa) lama sekali dijajah oleh Belanda, sejak sebelum perang Diponegoro yang berakhir tahun 1830. Waktu itu di Jawa Timur ada Kabupaten yang Besar yaitu Sumoroto yang termasuk wilayah Tulungagung.

Bupati Sumoroto yang disebut pangeran saat itu adalah Raden Mas Adipati Brotodiningrat yang berkuasa tahun 1802-1826.

Urut-urutan yang pernah berkuasa di Sumoroto adalah sebagai berikut:

1.        Raden Mas Tumenggung Prawirodirdjo, tahun 1746-1751.
2.        Raden Mas Tumenggung Somonegoro, tahun 1751-1772.
3.        Raden Mas Adipati Brotodirdjo, tahun 1772-1802.
4.        Raden Mas Adipati Brotodiningrat, tahun 1802-1826.

Gelar pangeran para penguasa tersebut merupakan pemberian Pemerintahan Hindia Belanda. RM Dipati Brotodiningrat juga mempunyai sebutan Pangeran Kusumaningayu, yang mengandung arti “ orang ningrat yang mendapat anugerah wahyu kerajaan untuk memimpin negara”.

RM Adipati Brotodiningrat mempunyai 2 (dua) anak yaitu:

1.        Raden Ronggowirjodiningrat
2.        Raden Surowidjojo

Raden Ronggowirjodiningrat berkuasa di Tulungagung sebagai Bupati  - Wedono pada tahun 1826 – 1844, yang diawasi Belanda dan wilayahnya semakin sempit.

Raden Surowidjojo bukan bendoro Raden Mas, tetpi cukup Raden Aryo, menurut kebiasaan orang-orang Jawa Timur. Raden Surowidjojo memiliki “kemuliaan dan kewibawaan yang besar”.

Menurut lingkungan ningrat Jawa, Raden Surowidjojo adalah nama tua, sedang nama kecilnya adalah Raden Surosentiko atau Suratmoko yang memakai julukanSAMIN yang artinya “ SAMi- SAMI AMIN” atau dengan arti lain bila semua setuju dianggap sah karena mendapat dukungan rakyat banyak.

Raden Surowidjojo sejak kecil di didik oleh orang tuanya Pangeran Kusumaningayu di lingkungan kerajaan dengan dibekali ilmu yang berguna, keprihatinan, tapa brata dan lainnya dengan maksud agar mulia hidupnya.

Namun Raden Surowidjojo tidak suka karena tahu bahwa rakyat sengsara,
dihisap dan dijajah bangsa Belanda. Selanjutnya R. Surowidjojo pergi dari Kabupaten hingga terjerumus dalam kenakalan, bromocorah, merampok, mabuk, madat dan lain-lain.

R. Surowidjojo sering merampok orang kaya yang menjadi antek(kaki tangan) Belanda. Hasil rampokan tersebut dibagi-bagikan kepada orang yang miskin, sedang sisanya digunakan untuk mendirikan kelompok/gerombolan pemuda yang dinamakan “Tiyang Sami Amin” tepatnya pada tahun 1840. nama kelompok tersebut diambil dari nama kecil Raden Surowidjojo yaitu Samin.

Sejak tahun 1840 nama Samin dikenal oleh masyarakat, sebab kelompok tersebut adalah kelompok orang berandalan, rampok. Namun ajaran tersebut bila dirasakan memang baik, karena ajaran tersebut dilakukan untuk menolong orang miskin, mempunyai rasa belas kasihan kepada sesama manusia yang sangat membutuhkan. Hal ini merupakan tingkah laku dan perbuatan yang baik.

“Tiyang Sami Amin “ memberi pelajaran kepada anak buahnya mengenai kanuragan, olah budi, cara berperang dengan melalui tulisan huruf Jawa yang dirancang menjadi sekar macapat dalam tembang Pucung.

“ Golong manggung, ora srambah ora suwung,
Kiate nang glanggang, lelatu sedah mijeni,
Ora tanggung, yen lena kumerut pega,
Naleng kadang, kadhi paran salang sandhung,
Tetege mrng ingwang, jumeneng kalawan rajas,
Lamun ginggang sireku umajing probo”.

Yang artinya adalah salah satunya yang utuh, tidak dijarah dan tidak sepi, tetapi kuat dalam perang seperti kobaran api yang mengudang datangnya badan, tidak tahu apabila nantinya kejayaan tersebut akan hilang bersama asap.

Hati tidak luntur seperti apa kira-kira datangnya kesulitan meski begitu terus kepada aku juga larinya. Oleh sebab itu kamu dan aku tidak dapat berpisah, karena kamu dan aku akan menjadi satu dalam kebenaran.

Raden Surowidjojo melakukan penjarahan ke daerah yang lebih luas sampai tepi bengawan solo. Di sana semakin banyak anak buahnya, daerah yang dijarahnya yaitu Kanor, Rajekwesi dan akhirnya menyusahkan Gupermen.

Tahun 1859 lahirlah Raden Kohar di Desa Ploso, Kabupaten Bloro cucu dari Pangeran Kusumaningayu/ Raden Mas Adipati Brotodiningrat Bupati Sumoroto. Raden Kohar ini putra dari Raden Surowidjojo.

Raden Surowidjojo merasa kecewa sampai generasi Raden Kohar karena banyak orang yang sengsara. Disini banyak orang yang bertanggung jawab terhadap milik pribadi hingga harus berkorban jiwa tetapi ditarik pajak oleh Belanada hingga dipukuli dan dihajar seperti hewan.

Pada saat itu Raden Surowidjojo menghilang tah tahu kemana, sehingga Raden Kohar hidupnya morat-marit tanpa harta benda. Akhirnya Raden Kohar menyusun strategi baru untuk meneruskan ajaran ayahnya untuk mendirikan Kerajaan. Raden Surowidjojo dinamakan Samin Sepuh, begitu juga Raden Kohar memakai sebutan Samin Surosentiko atau Samin Anom.

Raden Kohar (Samin Surosentiko) setelah memiliki gagasan yang baik mendekati masyarakat mengadakan perkumpulan di Balai Desa atau lapangan. Semakin lama temannya semakin banyak, karena mereka tahu bahwa gagasan Ki Samin Surosentiko adalah baik. Gagasan yang diumumkan adalah kerajaan Amartapura dengan rajanya Prabu Darmokusumo atau Puntodewo, raja titisan Dewa Darmo, dewa kebaikan.

Tanggal 7 Pebruari 1889, rabu malam kamis mengumpulkan masyarakat di lapangan Bapangan. Pidatonya sebagai berikut:
“ Cur temah eling bilih siro kabeh horak sanes turun Pandowo, lan huwis nyipati kabrakalan krandah Mojopahit sakeng bakrage wadyo musuh. Mulo sakuwit biyen kolo niro Puntodewa titip tanah Jawa marang hing Sunan Kalijogo. Hiku maklumat tuwilo kajantoko”.

Pidato tersebut diucapkan dalam bahasa Bloro campur Bojonegoro. Ki

Samin mengingatkan tiga perkara yaitu:

Pertama  : Orang Samin itu keturunan Satria Pandawa, Prabu Puntodewa, saudara tua yang bersedia menolong tanpa pamrih.
Kedua     : Di jaman Majopahit keturunan tersebut pernah di rusak  orang Demak yang mabuk kemenangan.
Ketiga     : Keturunan Pandawa di Majopahit sudah mengerti siapa yang  benar dan siapa yang salah.

Maka dari itu ketika dia tersiksa, Prabu Puntodewo muncul kembali di dunia, tepatnya di Demak dan menitipkan keselamatan orang Jawa kepada Sunah Kalijogo.

Tanggal 11 Juli 1901 malam Senin Pahing di lapangan Pangonan, desa Kasiman dengan diterangi ratusan obor, Ki Samin berbicara tentang kejatmikaan dengan sifat menang, madep, mantap yang dihubungkan dengan kekuatan badan dan mengingatkan masalah pikiran, hati yang tenang, ririh, ruruh, tajam memiliki kegunaan seperti yang dilakukan orang yang tapo broto.

Adapun pesan yang disampaikan adalah sebagai berikut:
“ Lan lakuniro seputat-seputat nastyasih kukuluwng. Lagangan harah kadyatmikan cawul haneng pambudi malatkung. Sing dingin, hakarso adyatmiko tanpo lih.

Dwinyo maneges tapi hakarep tumiyang. Katri nempuh gendholan batin, ngarah arah. Catur mangeran ayun luwih dening tatasnyo ngadil myang pencang mangkin, sumarah renggep hatikel patuh”.

Pesan dengan bahasa Jawa Kuno tersebut dicampur dengan sedikit bahasa Kawi seperti halnya wejangan, agar masyarakat senang menanggapinya.

Itulah yang dikerjakan Ki Samin.
Ajaran Ki Samin mengenai Kejatmikaan atau ilmu untuk jiwa dan raga,

jasmani dan rohani mengandung 5 (lima) saran yaitu:

1.        Jatmiko kehendak yang didasari usaha pengendalian diri.
2.        Jatmiko dalam beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa dan menghormati sesama makhluk Tuhan.
3.        Jatmiko dalam mawas diri, melihat batin sendiri setiap saat, dapat menyelaraskan dengan lingkungan.
4.        Jatmiko dalam menghadapi bencana/bahaya yang merupakan cobaan dari Tuhan Yang Maha Esa.
5.        Jatmiko untuk pegangan budi sejati.

Dalam pertemuan tersebut juga disampaikan bahwa ajaran kejatkikaan tersebut merupakan senjata yang paling baik dan memiliki khasiat yang ampuh, karena dalam kehidupan itu banyak godaan dari segala arah dan yang tidak aneh adalah yang berasal dari “Rogo Rapuh” sendiri.

Ki Samin mengerjakan anak buahnya harus pasrah, semeleh, sabar, narimo ing pandum seperti air telaga yang tidak bersuara.
Dalam perkumpulan, dalam memberi putunjuk Ki samin selalu menggunakan tulisan huruf Jawa yang disusun seperti halnya puisi, prosa, gancaran dan tembang mocopat. Seperti di bawah ini yang

berbentuk prosa:

“Jer ruh tumuruning tumus winwntu ing projo nalar, nalar wikan reh kasudarman, hayu ruwuyen badra, nukti-nuting lagon wirana natyeng kewuh, saka angganingrat”.

Sifat-sifat yang diajarkan selalu menggunakan pertimbangan logika (akal sehat) antara kewaspadaan dan kebijaksanaan dalam menjalani hidup seperti menyusun gending. Perbuatan yang dapat mengatasi hambatan hidup adalah apa saja yang kita bawa dalam menjalani hidup di dunia.
Salah satu pegangan / pedoman Ki Samin dirancang dalam tembang pangkur.

“ Soho malih dadya gaman, anggegulang gelunganing pambudi, polokrami nguwah mangun memangun treping widyo, kasampar kasandung dugi prayogantuk, ambudya atmaja tama, mugi-mugi dadya kanti”.

Yang artinya: juga menjadi senjata untuk melatik letajaman budi, bisa melalui perkawinan yang menghasilkan kesanggupan yaitu kegunaan denagn ilmu yang luhur/baik, karena dalam perkawinan itu kita jatuh bangun dalam berupaya mencari “cukup” terlebih lagi dalam mengusahakan lahirnya anak cucu yang nantinya menjadi teman hidup.

Ki Samin memang tidak hanya mengerjakan ilmu kadigdayan tapi juga mengurusi masalah perkawinan atau hubungan antara pria dan wanita.
Tentang pedoman tingkah laku kehidupan tertulis dalam tembang dandang gulo.

“Pramila sesama kang dumadi, mikani ren papanng sujana, sajogo tulus pikukuhe, angrengga jagat agung, lelantaran mangun sukapti, limpade kang sukarso, wisaha anggayun, suko bukamring prajaning wang, pananduring mukti kapti amiranti dilalah kandiling setya”.

Yang artinya adalah kepada sesama makhluk hidup, dengan cara memahami kehidupan masing-masing, sebaiknya tulus. Cara yang dilakukan adalah memelihara dunia yang besar dengan membuktikan kepercayaan, mengutamakan      kelincahan      dan     kemampuan,    sering    dibuktikan, tidak lain yaitu menanam kebaikan.

Masih banyak ajaran Ki Samin yang lain yaitu seperti buku primbon yang memuat petunjuk untuk orang hidup tentang kepercayaan terhadap Tuhan yang menciptakan dunia, tingkah laku dan sifat-sifat orang hidup, misalnya buku “Punjer Kawitan, Serat Pikukuh Kesejaten, Serat Uri-uri Pambudi dan Jati Sawit.

Ki Samin dalam mengajar untuk membangun manusia seutuhnya seperti di atas tersebut, membuktikan bahwa dia memiliki pengetahuan kebudayaan dan lingkungan.

Andalan Ki Samin adalah Kitab Jamus Kalimosodo yang di tulis oleh Kyai Surowidjojo atau Samin Sepuh. Terlebih lagi pribadi Ki Samin Sepuh juga terdapat dalam Kitab tersebut.

Kitab Jamus Kalimosodo ditulis dengan bahasa Jawa baru yang berbentuk prosa, puisi, ganjaran, serat mocopat seperti tembang-tembang yang telah ditulis di atas yang isinya bermacam-macam ilmu yang berguna yang saat sekarang ini banyak disimpan sesepuh Masyarakat Samin yang berada di Tapelan (Bojonegoro), Kropoduwur (Blora), Kutuk (Kudus), Gunung Segara (Brebes), Kandangan (Pati) dan Tlaga Anyar (Lamongan) yang berbentuk lembaran tulisan huruf Jawa yang dipelihara dengan baik.

Ki Samin Surosentiko memnag nekat ingin memperlihatkan gagasannya, ingin mengusir bangsa Belanda secara Halus ingin punya negara yang tentram.

Ki Samin Surosentiko? Samin Anom hidup seperti halnya rakyat kecil. Setelah banyak mendapat pengikut menyiapkan Desa Plosodiren sebagai pusat pemberontakan.

Daerah Kekuasaan Ki Samin Surosentiko sudah semakin luas hingga desa-desa lain. Pada suatu hari masyarakat Desa Tapelan, Ploso dan juga Tanjungsari mengangkat Ki Samin menjadi Raja dengan gelar “Prabu Panembahan Suryongalam” yang dapat menerangi orang sedunia dan yang diangkat sebagai patih merangkap senopati, kamituwo (Kepala Dusun) Bapangan yang diberi gelar “Suryo Ngalogo” yang mengajarkan tentang perang. Ini membuktikan bahwa orang Jawa/pribumi dengan sah memiliki tekad yang utuh berjuang secara tenang (halus).

Ki Samin Surosentiko dalam menentang penjajah dapat dilihat dalam bermacam-macam cara. Bila kita melihat bagaimana  perbuatan  orang-orang
pemerintahan Belanda yang hendak menghabiskan warga Samin yang waktu
itu tersebar di Bloro, Bojonegoro, Pati dan Kudus yang paling banyak di Desa Tapelan Kecamatan Ngraho Bojonegoro.

Namun Ki Samin Surosentiko tidak khawatir berjuang namun kelihatan diam sepertinya dia melawan tanpa perang. Cara yang dipakai melawan hanyalah menolak membayar pajak, menolak menyumbang tenaga untuk pemerintahan Belanda, membantah terhadap peraturan dan dia mendewakan dirinya sendiri seperti halnya titisan dewa yang suci.

Empat puluh hari sebelum tanggal 8 November 1907 Ki Samin Surosentiko mewisuda dirinya menjadi Raja Tanah Jawa kemudian dia ditangkap pemerintah. “

Ki Samin kitab iro durung tumanem aneng kalbu” yang maksudnya KI Samin kitab andalanmu belum tertanam dalam hati sanubari demikian kata Raden Pranolo. “Ndoro Siten” yaitu Asisten Belanda. Randublatung waktu mengetahui wujud Ki Samin yang lemas, tangan dirantai, rambut digundul seperti tahanan, memakai celana hitam lusuh yang menempel dibadannya yang lemah.

Siang harinya Ki Samin Surosentiko dihadapkan “Ndoro Siten Di Ngasistenan setelah semalam sebelumnya ditahan di bekas tobong (tempat pembakaran gamping) tidak jauh dari situ. Ki Samin Surosentiko ditangkap setelah gagal mencoba melawan agen polisi yang mengepung Balai Desa Ploso.

Cerita beliau menjadi Raja Tanah Jawa sudah tamat namun sesepuh di Desa lain yang memiliki kewibawaan dan gagasan nyata masih mengakuinya hingga sekarang.

Di hadapan “Ndoro Siten Polisi” utusan khusus kontrolir dari Bloro juga tim pemeriksa lainnya. Siang hari yang panas KI Samin Surosentiko nampak kecil tidak lebih dari tahanan seperti pencuri kelas kakap yang berani menjalankan aksi perlawanan terhadap “Kanjeng Gupermen”.

Hukuman yang jelas akan dirasakan yaitu di buang di Nusa Kambangan, namun bila ada yang memberatkannya maka Sawahlunto tempatnya.
Ki Samin Surosentiko meninggal di tahanan Sawahlunto tahun 1914.

 Kitab Serat Jamus Kalimosodo disita penguasa demikian juga kitab Pandom Kehidupan. Orang-orang Samin tidak lepas dari penyitaan/perampasan polisi.

Konon selama dalam tahanan di Sumatra Ki Samin Surosentiko yang nama  aslinya  Raden Kohar diminta  supaya  menulis wasiat untuk warganya
yang di Jawa. “Metrum Duduk Wuloh” merupakan salah satu wasiat Ki Samin Surosentiko.

“Nagaranto, niskolo kandugo arum hapraja mulwikang gati, gen ngaup miwah samungku, nuriya hanggemi ilmu rukunarga tan kana blekuthu”.

Agak sulit untuk mengartikannya namun disini kami akan mencoba mengartikannya sedapat mugkin yaitu sebuah negara bisa kuat bila mempunyai peranan penting yang dapat menentukan peraturan dunia, kalaupun unsur pemerintah salah satunya adalah kelompok yang membuktikan kebijaksanaan dan menghormati kepercayaan para leluhur.

Harus diingat sejarah yang membuat dan memelihara ilmu pengetahuan. Kalau bisa nantinya rakyat dapat rukun bahagia, tidak ada permusuhan antar sesama manusia.

Melihat pengalaman di atas jelaslah ajaran Ki Samin juga membuktikan “Ageman Keprajan” yang  mengajarkan politik pemerintahan meskipun sangat sederhana.

Misalkan Ki Samin Surosentiko tidak cepat ditangkap dan dibuang di Sawahlunto, kita yakin ajaran-ajarannya dapat menjadi bekal yang baik. Mengingat Ki Samin sendiri belum sempat berpamitan kepada rakyatnya dia keburu di buang pemerintah Belanda karena dia secara terus terang mendirikan kerajaan dan memiliki gagasan membangun negara asli peribumi tanpa campur tangan orang kulit putih.

AJI PAMELING

Cerita Ki Samin Surosentiko menjadi Raja Tanah Jawa sudah habis, karena dia ditangkap Belanda namun warganya (pengikutnya) masih banyak yang berada di desa-desa. Oleh karena itu tidak aneh jika pemerintah Belanda masih ingin menghabiskan warga Samin, karena mereka masih tetap membantah pemerintah.

Ki Samin Surosentiko selama dalam hukuman meninggalkan putra 2 (dua) orang yang bernama Karto Kemis dan Saniyah. Saniyah disni dinikahi oleh Suro Kidin.

Semakin lama perbuatan orang-orang Belanda makin menjengkelkan bersumpah bahwa orang Samin akan dihabiskan semua. Orang Samin bingung mencari cara bagaimana memberantas orang Belanda.

Tahun 1939 pada suatu hari Ki Suro Kidin (menantu Ki Surosentiko) bersemedi.  Dalam  semedinya  tersebut  Ki  Suro  Kidin  mendapat  wangsit
(Paweling/wisik) yang oleh orang Samin dinamakan “Aji Pameling” yang isinya supaya Ki Suro Kidin mengebur “ Sendang Lanang /Sendang Malaikat”. Setelah dikebur yang ada hanya “suara para lelembut” yang bunyinya adalah

sebagai berikut :

“Jangan khawatir aku akan membantu kamu untuk mengusir Belanda, hanya syaratnya berat. Aku akan mencari “Jago Trondol” dari timur laut untuk sarana kamu merdeka. “Jago Trondol” juga akan menjajah, malah lebih kejam. Menghabiskan semuanya. “Larang sandang, larang pangan” itu sarananya.

Oleh karena itu kamu lekas pulang beritahu anak cucumu agar “cawis uyah karo nandur kapas” (menyediakan garam dan menanam kapas) karena akan terjadi larang sandang lan larang pangan ( mahal pakaian dan mahal makanan).

Ki Suro Kidin memiliki 8 (delapan) orang putra kandung dan seorang anak angkat yang bernama KAMIDIN atau SUROKARTO KAMIDIN dari desa Tapelan.

Surokarto Kamidin meskipun anak angkat namun dipercaya ayahnya Ki Suro Kidin. Oleh karena itu Aji Pameling diajarkan kepada Surokarto Kamidin supaya berkeliling ke seluruh Jawa Timur memberitahu anak cucunya supaya menanam kapas dan menyediakan garam karena akan sulit (mahal) pakaian dan makanan.

Tahun 1940 Ki Surokarto Kamidin berangkat berkeliling memberitahu anak cucunya di desa-desa. Karena KI Surokarto Kamidin cukup memberitahu sesepuh atau wakilnya supaya jangan drengki, srei, dahwen, kemeren.

Wakil-wakil Ki Surokarto Kamidin di Desa-desa :
- Cangaan              : Sodikormo
- Nglembu              : Somejo
- Sumberbening      : Wonoleksono, Rono Sono
- Ngganting            : Karso
- Wangkuk              : Jogoboyo
- Pondok                : Dengkol Sawiyo
- Kalirejo               : Pak Dapi
- Tapelan               : Pak Jugi
- Pelang                 : Kasiyo Rejo
- Caruban              : Joyo Lemah Ireng

Memang sungguh nyata setelah Ki Surokarto Kamidin berkeliling, tidak lama kemudian Nippon/ Jepang datang yang lebih ganas daripada Belanda.

Hingga semua yang dimiliki penduduk misalnya entong, irus, siwur disita atau dirampas. Dan yang paling dikhawatirkan hanya “Londo Mondolan” yang artinya orang peribumi yang menjadi kaki tangan Belanda/ Penjajah.
Gendhis savindra. Diberdayakan oleh Blogger.