Tampilkan postingan dengan label ARTICLE SEJARAH. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ARTICLE SEJARAH. Tampilkan semua postingan

Senin, 09 Februari 2015

on 34 comments

Kisah Cinta pahlawanan Wanita Dari Tuban Yang Berakhir Dramatis

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhy5mRkdJZHcdsobzgcOVSSH0_6PXL9mR2QMqhNupina3tBpJ6sB3HcCq_KQUZNI8LMXrC0wg7e3pRyNcjuesTBptWG9AuBggKoEPB-sNazYR9GsI2MVnK8M5fMwtgAMvkkV7RPwg4Y0FcU/s1600/100_2138.jpg
srihuning

Malam ini angin sepoi di tambah rintik  rintik hujan turun jalan yang biasa ramai orang lewat malam ini sepi aku duduk di beranda kamarku menikmati malam sendiri mama di bawah sibuk dengan berkas berkas pembukuandari jauh terdengar sayup sayup lagu jawa khas daerah Bojonegoro ,Tuban dan Lamongan tayub.


Namanya dan kebetulan judulnya aku sangat suka Srihuning mustiko tuban tentunya masyarakat tuban ,bojonegoro ,lamongan dan sekitarnya pasti pernah mendengar cerita ini,dan aku punya ide untuk menulis sebuah cerita

 kisah cinta pahlawan wanita dari tuban yang berakhir dramatis".

Aku sangat mengagumi kepahlawanan dan perjuangan cinta sang srihuning terkadang bila mendengarkan langgam sya'ir lagu srihuning bulu kuduk nyampek merinding haru,biarpun aku bukan asli orang tuban tapi setidaknya aku masih punya darah tuban dari mama,papa asal dari paciran lamongan dan sekarang aku tinggal di kabupaten bojonegoro,persis seperti lokasi yang ada dalam cerita "srihuning mustiko tuban ",ok gendhis akan menjelaskan singkat cerita ini

lokasi pertama

adalah di kadipaten tuban disini tempat lahir sang pemeran utama dalam cerita atau sang Protagonis yaitu Raden Wiratmoyo Raden Wiratmoko dan Sang mustiko tuban Srihuning
mereka di kenal sebagai tiga bersaudara anak adipati tuban "Demang Wangsa pati(juru penongsong)Adipati Ranggamurni"

lokasi ke dua

adalah di kadipaten Bojonegoro bisa juga di katakan sebagai tokoh tambahan atau Tritagonis : Tokoh penengah| disini yang menjadi pemeran pembantu adalah adipati bojonegoro dan putrinya yaitu dewi kumolo retno wanita cantik jelita ,yang pada akhirnya mendapat piala citra.

lokasi yang ke tiga

adalah kadipaten Lamongan Adipati Jala sudibyo sebagai pemeran utama antagonis karena lamaran untuk putri kumolo retno di tolak dari fihak Bojonegoro adipati Jala Sudibyo marah dan menyerang kadipaten Bojonegoro.


Sebenarnya  cerita sejarah srihuning sang mustiko tuban ini sangat sedikit untuk di telaah dan di pelajari jadi kurang gereget karena kurang refrensi.

pada zaman  Kerajaan Majapahit, kadipaten Tuban di pimpin seorang Adipati  yang bernama Demang Wongsopati Juru Penongsong Adipati Ranggamurni mempunyai dua putra dan seorang putri. Mereka adalah Raden Wiratmoyo, Raden Wiratmoko, dan Putri Sri Huning. Hal yang seharusnya tak terjadi, Raden Wiratmoyo jatuh cinta pada adiknya yang cantik jelita. Dan ternyata rasa cinta untuk Putri Sri Huning tak bertepuk sebelah tangan. Dengan tembok penghadang yang jadi pembatas, mereka tetap saling mencintai. Meski tlah sekuat tenaga mereka berusaha lelanyapkan perasaan terlarang itu.

Hingga akhirnya, pada suatu hari Ibunda mereka menceritakan yang sesungguhnya pada Raden Wiratmoyo. Betapa terkejutnya pria tampan itu setelah pendengar penuturan Sang Ibunda, tenyata Putri Sri Huning yang jelita bukan saudara kandungnya. Putri Sri Huning hanyalah seorang anak angkat. Ayahnya adalah pejuang kadipaten yang telah gugur di medan perang pada saat perjadi pertikain berdarah di Kerajaan Majapahit kala itu. Sehingga Sri Huning yang saat itu masih sangat kecil dan belum tahu apa – apa diasuh oleh keluarga kadipaten.

Raden Wiratmoyo sangat senang akan lah itu. Karena itu berarti, bersama Putri Sri Huning dalam jalinan asmara yang suci bukanlah suatu kesalahan. Raden Wiratmaya pun bergegas menceritakan yang sebenarnya telah terjadi selama ini kepada wanita pujaan hatinya. Pastinya Sri Huning juga sangat senang karena itu. Ternyata cinta yang meraka rasakan selama ini bukanlah cinta yang salah. Bunga – bung asmara yang tadinya layu, kini telah mekar kembali. Justru semakin merekah, sangat indah menghiasi taman hati mereka berdua.

Tanpa menyia – nyiakan sedikitpun waktu, Raden Wiratmoyo dan Putri Sri Huning bergegas menemui Ayahanda mereka, Sang Adipati Tuban. Namun, ternya hal yang tak merekan harapkan lah yang mau atau tidak harus mereka terima kenyataannya. Kembali melayukan bunga cinta yang baru saja kembali mekar. Raden Wiratmoyo dan Putri Sri Huning terlambat mengutarakan perasaan yang telah lama merka simpan dalam hati. Sang Adipati terlanjur meninang Putri Kadipaten Bojonegoro yang bernama Kumolo Retno, untuk putra sulungnya.

Lamaran itu telah di terima oleh keluarga Kadipaten Bojonegoro. Sabda seorang pandhita dan pengusa tidak boleh diubah – ubah. Akhirnya, Raden Wiratmaya pergi ke Kadipaten Bojonegoro sebagai seorang calon pengantin dengan hati yang hancur berkeping – keping, karena impiannya untuk dapat bersanding bersama Putri Sri Huning di pelaminan pupus sudah. Semua kerabat Kadipaten Tuban mengiringi penjalanan Raden Wiratmoyo ke Bojonegoro, begitu pula Putri Sri Huning. Meski berat untuk ia melangkah, ia tetap mengiringi perjalanan itu.

Ketika pernikahan itu berlangsung, tak di sangka tiba – tiba datang lah pasukan Kadipaten Lamongan yang merasa tidak terima atas penolakan dari Kadipaten Bojonegoro. Mereka juga berusaha memboyong paksa Putri Kumala Retna. Prajurit Tuban yang mengiringi kerabat Kadipaten Tuban segara ikut membantu Prajurit Bojonegoro, dan Putri Sri Huning ikut berperang bersama para prajurit itu. Seorang putri terlibat dalam sebuat peperangan, bukan hal yang wajar dan tidak lah mudah. Semua itu kerena cinta untuk pujaan hatinya.

Akhirnya Putri Sri Huning berhadapan dengan Adipati Lamongan, walaupun telah menghabiskan seluruh kemampuan dan tenaga yang ia miliki untuk penyerang pria tangguh itu, tak membuat Sri Huning mampu bertahan. Ia harus pergi menyusul orang tua kandhungnya. Mendengar berita bahwa Putri Sri Huning terbunuh oleh Adipati Lamongan, membuat amarah Raden Wiratmoyo berkobar dan merusaha membalas kematian Putri Sri Huning. Namun sayang ia gagal membalas dendam, Sang Pangen turut gugur di medan laga yang kejam.

dan ini sya'ir refrensi isi cerita ini:


Sri huning mustiko tubanLabuh tresno lan saboyo patiMarang raden wiratmoyoKang wis prasojo hanambut branti
Sri huning daton ngrahitoKang rinipto kadange pribadiWiratmoyo putra niroRonggolawe adipati tuban
Sri huning putrane abdiWongso pati nalikane uniKapupuk ing madyo logoDuk prang tandhing lawan minakjinggo
Katresnane wiratmoyoTinampi dene roro sri huningSenadyan wekasan niroPrapteng lampus alabuh negoro


Kesedihan yang teramat dalam di rasakan oleh Adipati Tuban dan istrinya. Kedua buah hati yang sangat mereka sayangi, si sulung dan si bungsu harus pergi dan tak akan pernah bisa kembali. Emosi Sang Adipati telah sangat memuncak dan tak dapat di bendung lagi, Tanpa berpikir dua kali dan tak sedikit pun ada keraguan, Adipati Tuban menyerang Adipati Lamongan. Manusia yang telah berhasil, membunuh kedua anaknya dalam pertempuran, karena lah sepele. Dengan usaha yang tak mudah, Adipadi Tuban bisa mengalahkan Adipati Lamongan.

Kejadian itu tak membuat Kadipaten Tuban gagal berbesanan dengan Kadipaten Bojonegoro. Kini Putri Kumolo Ratno dinikahkan dengan Raden Wiratmoko adik Raden Wiratmoyo. Sedangkan Raden Wiratmoyo dan Putri Sri Huning tak akan pernah terlupakan, mereka kan selalu dikenang. Kini kita tahu betapa tutusnya rasa cinta mereka, rela berkorban satu sama lain, bukan cinta yang tumbuh karena nafsu saja. Namun sungguh tulus dari hati. Ketulusan cinta mereka terbayar sudah. Selalu dapat bersanding bersama, meski bukan di dunia.

Orang barat boleh punya cerita cinderella dan putri salju indonesia juga punya tak kalah hebatnya.
cerita di atas refrensi dari sya'ir tembang tayub yang i kenal warga tuban bojonegoro dan lamongan sebagai kesenian traditional dan sangat di gemari. 

Jumat, 03 Oktober 2014

on Leave a Comment

KABUPATEN BOJONEGORO

GEOGRAFIS


Kabupaten Bojonegoro terletak Bujur Timur : 111º25′ dan 112º09′ dan Lintang Selatan : 6º59′ dan 7º37′. Kabupaten Bojonegoro memiliki luas sejumlah 230.706 Ha, dengan jumlah penduduk sebesar 1.176.386 jiwa merupakan bagian dari wilayah propinsi Jawa Timur dengan jarak ± 110 Km dari ibukota Propinsi Jawa Timur. Topografi Kabupaten Bojonegoro menunjukkan bahwa di sepanjang daerah aliran sungai Bengawan Solo merupakan daerah dataran rendah, sedangkan di bagian Selatan merupakan dataran tinggi disepanjang kawasan Gunung Pandan, Kramat dan Gajah. Batas wilayah Kabupaten Bojonegoro
adalah sebagai berikut :

• Utara : berbatasan dengan Kabupaten Tuban
• Timur : berbatasan dengan Kabupaten Lamongan
• Selatan : berbatasan dengan Kabupaten Madiun, Nganjuk dan Jombang
• Barat : berbatasan dengan Kabupaten Ngawi dan Blora (Jawa Tengah)

Dari wilayah seluas diatas, sebanyak 40,15 persen merupakan hutan negara, sedangkan yang digunakan untuk sawah tercatat sekitar 32,58 persen. Sebagai daerah yang beriklim tropis, Kabupaten Bojonegoro hanya mengenal dua musim yaitu musim kemarau dan musim penghujan.

Untuk memonitor rata-rata curah hujan yang jatuh, di Kabupaten Bojonegoro tersedia sebanyak 22 buah stasion penangkar hujan yang tersebar di 16 kecamatan. Dari pantauan tersebut, tercatat jumlah hari hujan di Kabupaten Bojonegoro pada periode 3 tahun terakhir sejak tahun 2004 tercatat sebesar 60 hari, pada tahun 2005 naik menjadi 64 hari dan pada tahun 2006 turun lagi menjadi 61 hari.

Sedangkan rata-rata curah hujan yang dimonitor oleh 16 stasion pengangkar hujan diatas, menunjukkan adanya keterkaitan dengan jumlah hari hujan. Tercatat, rata-rata curah hujan pada tahun 2004 sebanyak 106 mm, tahun 2005 naik sebanyak 146 mm dan pada tahun 2006 turun sebanyak 120 mm. Sementara itu, untuk menanggulangi kekurangan air untuk keperluan pengairan lahan pertanian di musim kemarau, dilakukan dengan cara menaikkan air dari Sungai Bengawan Solo melalui pompanisasi. Pompanisasi ini tersebar di 8 kecamatan yang meliputi 24 desa.

Demografi


Hasil Sensus Penduduk Tahun 2010 menunjukkan jumlah penduduk Kabupaten Bojonegoro tahun 2010 sebesar 1.209.973, dengan rincian penduduk laki laki sebesar 598.365 dan perempuan sebesar 611.608.kepadatan penduduk di Kabupaten Bojonegoro mengalami kenaikan tiap tahunnya, namun laju pertumbuhan penduduk pelan-pelan mengalami pelambatan, yaitu dari 1,64 persen pada tahun 1980, turun menjadi 1,64 persen di tahun 1990 dan terus melambat hingga terakhir menjadi 0,37 persen di tahun 2010.

Sejarah:

Zaman Sebelum Kabupaten Berdiri

Kehidupan pra sejarah Indonesia khususnya Pulau Jawa tidak bisa dilepaskan dari keberadaan Bengawan Solo, maka Bojonegoro yang dibelah oleh sungai Bengawan Solo mempunyai dua wilayah Utara dan Selatan serta dua daerah Jipang Hulu(sekarang Jipangulu yang berada di bawah pemerintahan desa Ngelo Kec. Margomulyo wilayah bagian barat kabupaten bojonegoro) dan Jipang Hilir dan dikelilingi gunung Kendeng dan Gunung Pandan. Setiap makhluk hidup memerlukan air, begitu halnya dengan manusia pra sejarah, mereka juga memerlukan air untuk hidup, dan air Bengawan Solo sanggup mencukupi kebutuhan mereka akan air.

Maka oleh sebab itu dan lain hal Bengawan Solo dan daerah sekitar alirannnya menjadi tempat kubur sebagian binatang dan manusia zaman pra sejarah.
Fosil makhluk bertulang belakang ditemukan penduduk Karangpoh - Jawik kecamatan Tambakrejo di hilir sungai Tinggang (1985), seperti halnya fosil-fosil yang banyak ditemukan di daerah Trinil dan Sangiran Ngawi yang termasuik daerah aliran Bengawan Solo.

Orang Kalang:
Di daerah perbatasan Blora – Tuban – Bojonegoro, sekarang masuk wilayah antara Kedewan dan Senori Tuban ditemukan 47 kuburan batu. Mereka diyakini sebagai sekelompok orang yang disebut Kalang yang hidupnya di tengah lebatnya hutan dan berlindung di gua-gua. Dan kemungkinan mereka termasuk dari rumpun Malaya-Polynesian awal yang hidup pada masa megalitikum suatu zaman yang menghasilkan bangunan-bangunan batu besar yang berkembang setelah zaman kehidupan bercocok tanam meluas.

Menurut pendapat lain, dilihat dari temuan perkakas dari logam di tempat tinggalnya seperti pisau dapur, kapak tebang dan lain-lain. Orang Kalang adalah sekelompok pekerja/kuli; seperti kuli kayu, dan kuli batu.

 Masa Sejarah Kuno:

Sejarah Indonesia kuno berlangsung selama 12 abad, dimulai dari abad IV Kerajaan Kutai Kaltim hingga abad XVI runtuhnya kerajaan Majapahit Jatim. Dari beberapa artefak, benda-benda peninggalan sejarah yang ditemukan dan dari cerita-cerita rakyat serta digabungkan dengan nama-nama beberapa daerah seperti Mlawatan, Badander dan Matahun bisa disimpulkan bahwa sejarah Bojonegoro Kuno bercorak Hindu di bawah kekuasaan Majapahit.

Setelah Majapahit runtuh, kehidupan politik sosial ekonomi budaya dan agama lambat laun menyesuaikan dengan penguasa yang datang setelah itu yakni kerajaan Demak yang bercirikan Islam.

 Zaman Madya:
Setelah kerajaan super power Majapahit runtuh dan banyak daerah-daerah yang memerdekaan diri menjadi kerajaan-kerajaan kecil -salah satunya-kerajaan Islam Demak dengan penguasa pertamanya Raden Patah Senapati Jimbun Adipati Bintoro.

Tibalah masa Bojonegoro masuk wilayah kerajaan Islam Demak, Raden Patah mengangkat puteranya, Pangeran Sekar Kusuma yang dikenal dengan Pangeran Seda Lepen menjadi Adipati di Jipang. Pusat kadipaten Jipang adalah Blora Selatan antara Cepu dan kota Blora sekarang. Pangeran Sekar Kusuma yang sangat dihormati rakyat Jipang terbunuh oleh Surayata utusan Sunan Prawata sewaktu pulang dari salat Jumat, di pinggir sungai Bengawan Solo maka dijuluki SEDA (mati) LEPEN (sungai).

Setelah sultan Demak I, Raden Patah digantikan putera tertuanya, Adipati Unus atau terkenal dengan sebutan Pangeran Sabrang Lor. Pangeran ini mati muda saat melawan Portugis 1521 dan belum mempunyai anak.

Yang seharusnya menggantikannya adalah Pangeran Seda Lepen, putra Raden Patah berikutnya, namun ini tidak terjadi, yang memegang pimpinan Demak adiknya, Raden Tranggono hingga terbunuh di benteng Panarukan 1546. Setelah itu ia digantikan oleh puteranya, Pangeran Prawata. Tentang suksesi itu, tidak hanya Pangeran Seda Lepen yang sakit hati tetapi juga puteranya, Pangeran Aria Penangsang, hak mereka berdua dilalui.

Untuk mengisi kekosongon pemerintahan Adipati Pajang Jaka Tingkir juga menantu Raden Tranggono didorong oleh saudara-saudara iparnya untuk menduduki jabatan Sultan Demak 1549 namun baru dinobatkan pada 1558. Masa kejayaan Demak mulai pudar dengan dipindahnya ibukota kerajaan beserta benda-benda pusaka kerajaan Demak ke daerah Pajang oleh Jaka Tingkir yang setelah menjadi raja berjuluk Sultan Adiwijaya/Sultan Pajang, maka berdirilah kerajaan Pajang.

Raden Aria Penangsang menggantikan Pangeran Sekar Kusuma menjadi Adipati Jipang, lalu berusaha membalas kematian ayahnya. Aria Penangsang tidak tunduk ke Pajang karena tidak mengakui keabsahan Adipati Pajang menjadi Sultan, memuncaklah pertikaian Jipang-Pajang yang juga melibatkan dua orang wali, Sunan Kudus dan Sunan Kalijaga dalam ranah politik praktis, yang disinyalir sejak lama mereka sering bersaing dalam memengaruhi kebijakan politik kekuasaan.

Pertikaian Jipang – Pajang akhirnya dimenangkan oleh Pajang dengan bantuan dari Ki Gede Pemanahan, Ki Juru Martani dan Ki Panjawi. Jipang jatuh dalam kekuasaan Pajang pada tahun 1558. Aria Mataram, saudara Aria Penangsang dari lain ibu, diangkat menjadi Adipati Jipang oleh Sultan Pajang tindakan politis ini untuk meminimalisir dendam Jipang terhadap Pajang.

Aria Mataram sebagai Adipati Jipang segera bekerja dan meneruskan segala yang telah diperbuat oleh ayahnya, Pangeran Sekar Kusuma untuk kemakmuran rakyat Jipang yang sempat mundur karena peperangan. Aria Mataram menugaskan seorang muballigh yang terkenal dengan sebutan Kiai Menak Anggrung, makamnya di Kuncen-Padangan untuk mengajarkan agama Islam ke wilayah Jipang sebelah Timur dan Selatan Bengawan Solo

Bojonegoro Di Masa Kerajaan Mataram:

Pangeran Benawa putra Sultan Pajang tidak mampu melawan Senapati Sutawijaya yang telah merebut kekuasaan Pajang 1587. Senopati memboyong semua benda pusaka kraton Pajang ke Mataram. Senapati secara biologis anak Ki Gede Pemanahan tetapi diambil anak angkat sejak kecil oleh Sultan Adiwijaya, jadi dia adalah saudara angkat Pangeran Benawa. Semasa kecil Sutawijaya bernama Raden Mas Ngabehi Loring Pasar.

Jipang di bawah Adipati Pangeran Benawa I, tidak banyak kemajuan mungkin hanya memindah pusat kadipaten ke lebih selatan dan tetap di utara Bengawan Solo, lalu diteruskan oleh anaknya, yang juga bernama Pangeran Benawa II.

Kemudian diganti oleh Raden Jambu Adipati VI sebelum Raja II Mataram, Panembahan Krapyak mangkat 1613 menggantikan Sutawijaya pada 1601. Jadi Raden Jambu memerintah Jipang 1598-1612. Diteruskan oleh putranya, Adipati Sukawati. Karena jasanya kepada Mataram menaklukkan Tuban 1619 hingga penguasa Tuban, Pangeran Dalem melarikan diri ke Bawean, kembali ke desa Rajekwesi. Lima tahun kemudian meninggal dunia dan dimakamkan di Kadipaten 1624, makamnya disebut Buyut Dalem.Keturunan Sukawati memerintah Jipang sampai saat berdirinya Kabupaten Jipang pada tahun 1677.

Tahun Berdirinya Bojonegoro:
Kabupaten terbentuk sebagai akibat kekalahan politik Susuhunan terhadap Kompeni yang melahirkan dua Keraton; Surakarta dan Ngayogyakarta. Maka tanggal lahir Kabupaten Bojonegoro menurut data Serat Prajangjiyan Dalem Parara Ingkang Jumeneng Nata tanggal 20 Oktober 1677 dan Mas Tumapel sebagai Bupati I. Pada masa ini pusat pemerintahan bergeser ke seberang Bengawan Solo (Padangan, sekarang) dari arah pendudukan Kumpeni di pantai. Mas Tumapel merangkap menjadi Wedana Bupati Mancanegara Timur.

Pada tahun 1725 Susuhunan Paku Buwana II naik tahta, tahun itu juga memerintahkan Raden Tumenggung Haria Matahun I memindahkan pusat pemerintahan Jipang dari Padangan ke desa Rajekwesi. Mulai saat itu nama Kabupaten Jipang berubah menjadi Rajekwesi, letaknya 10 km arah selatan kota Bojonegoro.

Politik divide et impera Belanda berhasil memecah belah Mataram menjadi dua, Surakarta Hadiningrat dan Jogyakarta Hadiningrat melalui Perjajanjian Gianti 1755. Akibat perjanjian tersebut Jipang Bojonegoro ditetapkan menjadi wilayah Kerajaan Jogyakarta.

Pada 20 Juni 1812, Inggris melalui Thomas Stamford Rafles memperkecil Kerajaan Jogyakarta, bahwa Kabupaten Jipang diserahkan kepada Inggris. Jipang menjadi daerah jajahan, bupati berubah menjadi ‘pegawai’ gupernemen di bawah Residen Rembang, Jawa Tengah. Rakyat Jipang bersama RT. Sosrodilogo melakukan pemberontakan-pemberontakan, tetapi pada tanggal 2 Januari 1828 Kolonel Van Griesheim berhasil merebut kota Rajekwesi, kota rusak berantakan sementara Sosrodilogo melanjutkan gerilya di pedalaman.

KESENIAN DAN BUDAYA
Beberapa kesenian tradisional yang ada di Kabupaten Bojonegoro adalah
Tayub

tayub
Tayub merupakan salah satu kesenian tradisional Bojonegoro dan merupakan peninggalan dari budaya leluhur yang telah memasyarakat secara turun menurun. penari tayub biasanya terdiri dari 2 orang sampai dengan belasan penari.

Yang unik dari tarian ini adalah ikut sertanya para penonton untuk menari bersama dengan penari Tayub. Acara akan semakin ramai dan hangat ketika penari Tayub yang disebut sindir menyanyikan gending-gending (lagu) yang sedang populer dan digemari oleh penononton, sehingga akan banyak penonton yang turut serta menari dengan gerakan tari yang mereka bisa lakukan. Sindir biasanya selalu memenuhi keinginan penonton dengan melantumkan lagu yang di minta oleh para penonton.

Tarian ini biasanya diselenggarakan untuk memeriahkan acara perrnikahan, khitanan, atau acara keluarga lainnya. Acara berlangung selama 24 jam atau bahkan sampai dua hari, tergantung dari kemampuan penanggap / penyewa tarian tersebut. kelompok-kelompok tari tayub ini banyak terdapat di Kecamatan Temayang, ngasem dan Bubulan yang terletak sekitar 30 Km dari Kecamatan Kota Bojonegoro.

Wayang Thengul:

wayang tengul jonogoroan
Wayang Thengul adalah kesenian wayang khas ponorogo yang populer juga di bojonegoro. dalam bentuk 3 dimensi dengan diiringi gamelan pelog/slendro seperti halnya reog ponorogo. Walaupun wayang thengul ini jarang dipertunjukkan lagi, tetapi keberadaannya tetap dilestarikan di Kabupaten Bojonegoro, khususnya di

Kecamatan Kanor
yang berasalkan dari kata KANORAGAN karena pada ssat itu warok ponorogo menunjukan kekuatab kanoragaanya di sela- sela pentas reog ponorogo dan wayang thengul, daerah ini yang berjarak ± 40 Km dari Kota Bojonegoro. Sedangkan jalan cerita dari wayang thengul ini lebih banyak mengambil warok suromenggolo dan sekitarnya.

Kebudayaan Samin:
RM samin surosentiko
Di Kabupaten Bojonegoro sendiri terdapat kebudayaan Samin yang masih terjaga hingga kini. Dusun Jepang, salah satu dusun dari 9 dusun di Desa Margomulyo yang berada di kawasan hutan memiliki luas 74, 733 hektar. Jarak sekita 4,5 kilometer dari ibukota Kecamatan Margomulyo, 69 kilometer arah barat-selatan atau kurang lebih denga jarak tempuh antara 2-2,5 jam perjalanan dengan kendaraan dari ibu kota Bojonegoro dan 259 kilometer dari ibukota Propinsi Jawa Timur(Surabaya).

Masyarakat Samin yang tinggal di dusun tersebut, adalah figur tokoh atau oran-orang tua yang gigih berjuang menentang Kolonial Belanda dengan gerakan yang dikenal dengan Gerakan Saminisme, yang dipimpin oleh Ki Samin Surosentiko.

Dalam Komunitas Samin tidak ada istilah untuk membantu Pemerinrtah Belanda seperti menolak membayar pajak, tidak mau kerja sama, tidak mau menjual apalagi memberi hasil bumi kepada Pemerintah Belanda. Prinsip dalam memerangi kolonial Belanda melalui penanaman ajaran Saminisme yang artinya sami-sami amin (bersama-sama) yang dicerminkan dan dilandasi oleh kekuatan, kejujuran, kebersamaan dan kesederhanaan.

Sikap perjuangan mereka dapat dilihat dari profil orang samin yakni gaya hidup yang tidak bergelimpangan harta, tidak menjadi antek Belanda, bekerja keras, berdoa, berpuasa dan berderma kepada sesama. Ungkapan-ungkapan yang sering diajarkan antara lain : sikap lahir yang berjalan bersama batin diungkapkan yang berbunyi sabar,nrimo,rilo dan trokal (kerja keras), tidak mau merugikan orang lain diungkapkan dalam sikap sepi ing pamrih rame ing gawe dan selalu hati-hati dalam berbicara diungkapkan 'Ojo waton ngomong, ning ngomong kang maton'.

Lokasi masyarakat Samin (dusun Jepang) memiliki prospek untuk dikembangkan menjadi obyek Wisata Minat Khusus atau Wisata Budaya Masyarakat Samin melalui pengembangan paket Wisata Homestay bersama masyarakat Samin. Hal yang menarik dalam paket ini ialah para wisatawan dapat menikmati suasana dan gaya hidup kekhasan masyarakat Samin. Untuk rintisan tersebut, kebijakan yang telah dilakukan adalah melalui penataan kampung dan penyediaan fasilitas sosial dasar.

Masyarakat Samin:
urun rembuk masyarakat samin yang sangat menjujung kebersamaan











 Masyarakat Samin terdapat di beberapa desa di wilayah Kecamatan Ngambon, Tambakrejo, dan Ngraho Kabupaten Bojonegoro, yang terbesar berkembang di Desa Tapelan Kecamatan Ngraho
Berkembang sejak tahun 1900an yang pada awalnya dipelopori oleh seorang yang bernama SOEROSAMIN berasal dari Desa Plosorejo Kecamatan Randublatung Kabupaten Blora.

Karena dalam kesehariannya masyarakat menganut ajaran SOEROSAMIN, maka pada umumnya disebut masyarakat Samin, yaitu masyarakat yang menghendaki kehidupan yang bebas dan merdeka seluas – luasnya tidak dengan batas, merasa dirinya sebagai pahlawan, menentang pemerintah Belanda. Dalam hidupnya tidak suka memfitnah, mengganggu pihak lain atau sebaliknya mereka tidak mengenal istilah mencuri artinya mereka amat jujur.

Orang Samin hanya suka menjalankan perintah orang lain dan itupun dilaksanakan secara leterlijk ( wantah ) yaitu memegang teguh pada kata – kata yang digunakan pada saat memerintah menurut makna lahirnya kata dengan tidak menggunakan tafsiran lain. Mereka tidak suka Belanda, tetapi pada saat ini mereka menyukai pemerintah Republik Indonesia karena menurut anggapannya mereka diperintah oleh saudara sendiri.

Masyarakat Samin punya karakter suka bekerja keras, puas dengan hasil karya sendiri sebagai petani dan biasanya pekerjaan dilaksanakan secara kolektif ( gotong royong ).

Beberapa hal yang dianggap penting oleh masyarakat Samin yaitu :

1. Tanggal 1 Sura dianggap hari besar dan dirayakan dengan selamatan brokohan.
2. Setelah pengesahan / penetapan perkawinan, orang tua mereka melaksanakan brokohan dan memeriahkan perkawinan anaknya dengan pertunjukan wayang atau seni andong.
3. Jika ada anggota masyarakat yang meninggal dunia mereka hanya melaksanakan penguburan saja, tidak dilanjutkan dengan acara membaca do’a dan lain – lain sebagaimana lazimnya yang dilaksanakan oleh masyarakat kita ( Islam ).

Karena mereka erat berhubungan dengan masyarakat lain maka lama - kelamaan orang Samin mulai mendapat pengaruh dan menyesuaikan diri.
Pada tahun 1988 Panitia Peneliti dan Penyusunan Sejarah hari jadi Kabupaten Bojonegoro menyebutkan bahwa jumlah warga Samin di Desa Tapelan masih ada sekitar 250 Jiwa.

Kronologi Masyarakat Samin :

1. Tahun 1859, SAMIN SOEROSENTIKA lahir di Desa Ploso Kediren Kecamatan Randublatung Kabupaten Blora, putra dari Kyai KETI dari Rajekwesi, Eyangnya bernama Pangeran KOESOEMINGAJOE.

2. Tahun 1903, Residen melaporkan bahwa ada orang Samin sejumlah 722 Orang dari 34 Desa dalam Kabupaten Blora sebelah selatan, Bojonegoro, Ngawi dan Grobogan bersama – sama mempelajari ajaran Samin.

3. Tahun 1905, orang Samin mulai meninggalkan cara – cara hidup di desa, tidak setor padi ke lumbung desa dan jika membayar pajak tidak berupa kewajiban tetapi berupa sokongan atau sukarela.

4. Tahun 1906, ajaran Samin menjalar berkembang sampai ke Rembang sebelah selatan yang dipelopori        oleh anak dan menantu SOEROSAMIN yaitu SOEROHIDIN dan KARSIYAH.

5. Tahun 1907, SOEROSENTIKA dibuang oleh Belanda ke Padang karena takut perkembangan ajaran Samin semakin pesat.

6. Pada akhirnya tahun 1930 gerakan ajaran Samin mulai menurun jumlah pengikutnya, pada jaman pemerintahan Jepang paham Samin tidak banyak diceritakan lagi tetapi setelah merdeka orang Samin menampakkan diri lagi.

POTENSI DAERAH

Agribisnis:




Salah satu industri agrobisnis yang berkembang pesat di daerah Bojonegoro yaitu potensi bisnis salak wedi. Salak tersebut dinamakan wedi sesuai dengan nama desa tempat asalnya, yaitu di Desa Wedi, Kecamatan Kapas, Kabupaten Bojonegoro. Rasanya yang sangat segar (manis asam) serta daya simpannya yang bertahan hingga dua pekan, menjadikan salah wedi banyak diburu para konsumen sebagai buah tangan khas Bojonegoro.

Tingginya permintaan pasar dan besarnya keuntungan yang dihasilkan, membuat industri agrobisnis salak wedi kini berkembang hingga ke beberapa desa disekitarnya. Tidak heran bila sekarang ini kurang lebih terdapat 20 orang petani yang mengembangkan agrobisnis salak wedi dengan tingkat kapasitas produksi mencapai 199,8 ton setiap tahunnya.
Perindustrian

Industri Batik Jonegoroan:


Industri kerajinan batik yang terkenal di Kabupaten Bojonegoro yaitu motif batik Jonegoroan. Beberapa kecamatan yang menjadi sentra industri batik daerah tersebut antara lain di Kecamatan Sumberejo, Temayang, Dander, Purwosari, dan Kecamatan Kota Bojonegoro.

Sekarang ini sedikitnya terdapat 50 orang pengrajin batik Jonegoroan yang berhasil memproduksi batik tulis sebanyak 15 ribu meter setiap tahunnya. Dengan harga jual per meternya berkisar Rp 60.000,00 untuk bahan katun dan Rp 275.000,00/meter untuk bahan sutra, setiap bulannya diperkirakan omset yang diterima para pengrajin batik kurang lebih mencapai Rp 300 juta.

Industri Makanan:


Tak kalah bersaing dengan industri unggulan lainnya, sektor usaha makanan juga memiliki daya tarik yang cukup kuat. Beberapa camilan asli Bojonegoro bahkan menjadi salah satu produk unggulan yang diminati para wisatawan lokal maupun internasional.

Sebut saja seperti industri ledre, camilan berbahan baku pisang raja, tepung terigu, gula dan tepung beras ini, diolah menjadi adonan tipis kemudian digoreng dan digulung dengan panjang sekitar 20 cm.

Ledre memiliki cita rasa unik dan tekstur yang cukup renyah, sehingga tidak heran bila banyak konsumen yang memburu camilan berbentuk semprong ini. Biasanya camilan ini dijual satu pack seharga Rp 4.000,00 berisi 10 semprong, atau dalam kemasan kaleng kecil berisi 5 pack plastik dengan harga Rp 15.000,00.

Selain industri ledre, makanan khas yang mulai popular di Bojonegoro yaitu rengginang singkong. Industri ini berkembang di Desa Ngraseh, Kecamatan Dander. Dengan jumlah pelaku usaha kurang lebih 25 orang, sekarang ini penjualan rengginang bisa mencapai Rp 100 juta per pelaku usaha dengan kapasitas produksi hingga 4-5 kuintal setiap tahunnya.

SEMOGA DENGAN MENG UPLOUD INI GENDHIS BISA MEMPERKENALKAN SECARA LUAS ASAL DAN POTENSI DAERAH BOJONEGORO
Gendhis savindra. Diberdayakan oleh Blogger.