Tampilkan postingan dengan label CERITA LEGENDA. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label CERITA LEGENDA. Tampilkan semua postingan

Jumat, 20 Desember 2013

on 1 comment

KAMAJAYA & KAMARATIH



Kisah Kamajaya dan Dewi Ratih atau Kamaratih memang tidak begitu terkenal dalam cerita pewayangan. Kamajaya dan Dewi Rath dikenal sebagai dewa-dewi cinta yang menjadi simbol kerukunan Ssuami istri.
Kamajaya adalah Dewa Cinta putera Sang Hyang Isma. Ia berparas elok, berbudi luhur,jujur, berhati lembut dan penuh kasih kepada istrinya. Begitu Juga dengan Kamaratih atau Dewi Ratih, ia adalah puteri Sang Hyang Resi Soma. Ia berparas sangat cantik dan berwatak seperti suaminya. Pasangan dewa-dewi ini saling menyayangi,mecintai, sangat rukun dan selalu menjaga kesetiaan lahir dan batin. Kamajaya dan Kamaratih tak pernah berpisahan.
Kasih sayang dan kerukunan mereka sebagai suami istri itu menjadikan mereka sebagai symbol kerukunan suami istri. Sehingga pada acara pernikahan masyarakat Jawa, sering terdengar wejangan untuk kedua mempelai agar pasangan suami istri tersebut bisa saling mencintai, rukun dan setia seperti Kamajaya dan Kamaratih. Dan bila kelak pasangan tersebut memiliki anak, diharapkan anak tersebut mempunyai sifat-sifat seperti Kamajaya (jika laki-laki), dan secantik Kamaratih (jika perempuan).
Selain itu, dalam acara tujuh bulanan atau mitoni dalam budaya Jawa, kelapa muda yang hendak dipecahkan ayah calon bayi sering dilukiskan atau dituliskan nama Kamajaya. Sebagai wujud dari buah cinta.
Salah satu kisah pewayangan Kamajaya dan Kamaratih tertulis dalam buku Smaradahana.
Suatu saat, Kahyangan akan diserbu oleh bala tentara raksasa yang dipimpin oleh Raja Nilarudraka. Para dewa tidak mampu menghadapi kesaktian Raja Nilarudraka. Seluruh dewa yang ada panik dan bingung bagaimana cara mengatasi bahaya itu, karena saat itu Batara Guru sedang bertapa. Para dewa kemudian mengadakan musyawarah dan keputusannya yaitu menunjuk Batara Kamajaya untuk membangunkan Batara Guru dari tapanya. Maka berangkatlah Batara Kamajaya ke pertapaan Batara Guru.
Sesampainya di pertapaan, Batara Kamajaya tidak berani mendekat untuk membangunkan Batara Guru. Maka ia menemukan akal untuk membangunkan sang raja Dewa tersebut. Kamajaya menggunakan panah bunga,yang bisa menyebarkan wangi-wangian bunga. Tetapi usahanya tidak berhasil. Maka ia kemudian menggunakan panah Panca Wisaya yaitu panah yang bisa menimbulkan rasa rindu kepada orang yang dituju. Seketika batara Guru timbul rasa rindunya kepada permaisurinya Dewi Uma. Batara Guru terbangun dari tapanya, tetapi betapa marahnya ia, ketika yang ia jumpai bukanlah Dewi Uma tetapi Batara Kamajaya.
Batara Guru memandang Batara Kamajaya dengan mata ketiga yang ada di dahinya. Pandangan itu memancarkan api yang menyala-nyala sehingga membakar Bathara Kamajaya hingga mati.
Dewi Ratih yang mendengar kabar bahwa suaminya mati terbakar sangat bersedih hati. Ia kemudian menysul ke tempat dimana suaminya terbakar. Ia memohon kepada Bathara Guru agar dibakar seperti suaminya, namun Bathara Guru menolak. Dewi Ratih pun langsung menghampiri suaminya yang apinya masih menyala-nyala hingga ia ikut terbakar. Pasangan suami istri dewa-dewi ini pun kembali menyatu dalam kobaran api tersebut.
Mengetahui kejadian itu, seluruh dewa berduka cita. Para dewa berusaha untuk memohonkan ampun atas kesalahan yang diperbuat Batara Kamajaya dan Batara Guru berkenan untuk menghidupkan kembali Batara Kamajaya dan Kamaratih.
Namun, Batara Guru tidak bisa mengabulkan permohonan itu. Namun Batara Guru memutuskan agar Batara Kamajaya tinggal pada setiap hati atau rasa orang laki-laki dan Dewi ratih tinggal pada setiap hati /rasa orang perempuan. Sehingga timbullah kelestarian, kedamaian dunia karena  antara laki-laki dan perempuan selalu timbul rasa cinta kasih

Kamis, 19 Desember 2013

on Leave a Comment

SYEKH ABDUL JABBAR,NGLIRIP TUBAN

RIWAYAT HIDUP SYEKH ABDUL JABAR

INILAH CIRI MASYARAKAT KITA,SELALU TAWADU'MENGHARGAI JASA JASA PARA WALIULLAH.

Abdurrahim Izuddin dalam buku Mbah Jabbar: Leluhur dan Dzuriyyahnya (2009) menyatakan bahwa Mbah Jabbar atau Syekh Abdul Jabbar nama aslinya adalah Pangeran Kusumoyudo. Beliau seorang yang berdarah bangbangsawan, khususnya dari raja-raja Jawa, seperti: Raja Brawijaya (Raja Majapahit), Raden Patah (Raja Demak Bintoro I), Sultan Trenggono (Raja Demak Bintoro II), Sultan Hadiwijoyo/Joko Tingkir (Raja Kerajaan Pajang I), dan Pangeran Benowo (Raja Kerajaan Pajang III). Dilihat dari nasab (keturunan), baik dari jalur kakek maupun nenek, keduanya masih keturunan raja Brawijaya V yakni Adipati Joyodiningrat. Oleh karenanya beliau disebut “Pangeran”.
Manuskrip Gresik mencatat, Sultan Hadiwijoyo (Joko Tingkir) mempunyai dua orang putera yang sama-sama diberi nama Pangeran Benowo. Akan tetapi Pangeran Benowo I lebih dikenal dengan nama Pangeran Selarong. Sedangkan Pangeran Benowo II dikenal luas dengan nama Pangeran Benowo.Pangeran Benowo I bukanlah anak kandung. Dia adalah anak angkat Sultan Hadiwijoyo     dengan nama asli Sutowijoyo atau Senopati. Dialah yang kelak menjadi raja Mataram pertama. Nama Selarong sendiri adalah gelar yang diberikan Sultan Hadiwijoyo kepadanya.
 Dari Pangeran Benowo II       inilah Mbah Jabbar lahir. Beliau mempunyai empat orang saudara, satu puteri dan empat putera. Anak pertama perempuan bernama Ratu Emas/Mas, anak ke-2 Pangeran Pringgodani yang berjuluk KyaiPengging, yang ke-3 Pangeran Pringgokusumo berjuluk Kyai Mojo, anak ke-4 Pangeran DadungKusumo, sedangkan anak terakhir bernama Pangeran Sumoyudo alias Mbah Jabbar.
Syekh Abdul Jabbar adalah keturunan Pangeran Benowo. Tempat dan tanggal kelahirannya tidak diketahui secara pasti, karena tidak adanya bukti “autentik” yang tercatat dalam manuskrip maupun buku-buku sejarah Jawa. Akan tetapi dilihat dari masa kehidupan leluhurnya (Pangeran Benowo), dapat diperkirakan ia lahir di Pajang (wilayah Surakarta). Hal ini diperkuat dengan adanya folklore lisan (cerita rakyat) yang beredar dikalangan masyarakat Jojogan dan sekitarnya, bahwa sampainya Syekh Abdul Jabbar di Jojogan karena “pelarian” dari Pajang akibat kalah perang dengan penjajah Belanda.
Jika benar Syekh Abdul Jabbar “lari” dari Pajang maka dapat diperkirakan saat itu tahun 1628 atau 1629. Ini didasarkan pada tahun penyerangan Mataram ke Batavia, pusat VOC. Apalagi menurut Agus Sunyoto, peneliti dan penulis sejarah, Kerajaan Mataram pernah mempunyai seorang utusan yang bernama Pangeran Sumoyudo. Hal ini diperkuat dengan adanya informasi bahwa beliau hidup sezaman atau lebih muda sedikit dengan Mbah Sambu (Lasem), sedangkan Mbah Sambu hidup sezaman dengan bupati Lasem ke-14, Adipati Tejo Kusumo I yakni sekitar tahun 1585-1632.
Selain dikenal sebagai waliullah, juga panglima perang dan musuh besar Kompeni Belanda.Ibarat duri beliau adalah ‘duri dalam daging’ bagi Pemerintah Belanda, sehingga pada suatu saat terjadilah pertempuran yang sangat sengit antara keduanya. Akan tetapi beliau mengalami kekalahan kemudian “lari” dari Pajang menuju daerah Nglirip, Jojogan, Tuban. Di tempat ini beliau tinggal di rumah seorang tokoh dan ahli ilmu kanuragan bernama Mbah
Sarkowi atau lebih dikenal dengan Mbah Ganyong.Dari sinilah babak baru kehidupan Syekh Abdul Jabbar dimulai.
Syekh Abdul Jabbar menjadikan Jojogan sebagai pusat aktifitasnya. Salah satu tempat tersebut bernama Kedung Banteng. Menurut cerita lisan yang berkembang di masyarakat Jojogan, Kedung Banteng adalah gudang persenjataan (pusaka) dan tem­pat penyimpanan barang-barang kerajaan. Tempat ini terletak di dalam hutan di pinggir kali/kedung, sebelah utara air Sumber Krawak. Konon tempat ini juga digunakan sebagai pertapaan dan markas agresi Syekh Abdul Jabbar melawan Kompeni Belanda. Tempat ini menjadi bukti sejarah bahwa Syekh Abdul Jabbar benar- benar seorang musuh besar dan buronan Kompeni.Suatu saat, untuk mengelabuhi kompeni beliau mengganti namanya menjadi Purboyo. Jadi, selain dikenal dengan nama Kusumoyudo dan Abdul Jabbar, di tempat ini beliau juga dikenal dengan Pangeran Purboyo.
Beliau meninggal dan dimakamkan di bukit Nglirip, Jojogan. Makamnya diapit oleh kedua makam Isterinya. Diceritakan, sesaat setelah meninggal bau wangi menyeruak dari jasadnya, bau itu begitu harum hingga mengherankan bagi penduduk sekitar.Bahkan yang lebih ajaib lagi wangi itu tercium sampai luar Desa Jojogan, yakni daerah Senori, Tanggir, dan sekitarnya.
Kisah berikut ini sudah masyhur di kalangan masyarakat Jojogan dan sekitarnya. Konon, Mbah Jabbar adalah murid dari Mbah Ganyong. Pada suatu hari muridnya ini meninggal dunia dan jasadnya berbau harum semerbak, lalu gurunya yang bernama Mbah Ganyong ini entah karena kebanggaannya atau kesombongan, mengatakan pada murid-murid yang lain serta penduduk di se­kitarnya, “Itu baru murid saya saja bisa harum semerbak seperti itu, apalagi kalau saya gurunya yang mati, mesti akan lebih harum lagi,” kata Mbah Ganyong. Rentang satu minggu kemudian, Mbah Ganyong ini meninggal dunia, dan anehnya jasadnya berbau amis menyengat dan membusuk.
Maka oleh murid-muridnya dan penduduk sekitar jasad Mbah Ganyong dilempari batu, hingga lemparan batu itu menumpuk menutupi seluruh jasad Mbah Ganyong. Sehingga sekaligus membentuk punden tumpukkan batu sebagai makam Mbah Ganyong.Menyikapi cerita ini, para kyai di sekitar situ memilih untuk ber-husnudhon. Menurut mereka cerita ini hanyalah contoh bahwa ketakaburan itu jelek yang tidak patut dilakukan oleh seorang muslim. Sedangkan Mbah Ganyong tetaplah seorang waliullah.
Haul Syekh Abdul Jabbar pertama kali diadakan pada tahun 1964. Orang pertama yang memprakarsainya adalah Mbah Sholeh (Ngerong, Rengel), Mbah Zaini (Mruwut, Bojonegoro), dan Mbah Munthoha (Padangan, Bojonegoro). Acara ini diselenggarakan setiap tahun, setiap tanggal 17 Muharram. Jika bertepatan dengan hari Jum’at, maka pelaksanaannya diundur hari berikutnya
SEMOGGA TULISAN INI MENAMBAH KEIMANAN KITA DAN MEMBERI MANFAAT
BAHWA SEGALA SESUATU YANG BAIK AKAN BAIK PULA PADA AKHIRNYA
SALAM SANTUN

Sabtu, 14 Desember 2013

on Leave a Comment

LEGENDA





LEGENDA LANJAR MAIBIT
Di suatu ketika di desa maibit hiduplah seorang janda yang bernama Sri Penganti dan adiknya bernama Joko Grenteng.mereka tinggal di dekat sendang ( perairan terbuka/semacam kolam kecil).
keindahan dan kecantikan janda itu sangatlah terkenal,banyak pemuda yang mengagumi kecantikannya,salah satunya Dalang Budoyo (dari desa maner).
suatu ketika saat Sri Penganti atau biasa di sebut Lanjar Maibit (lanjar yang artinya semasa dia menikah belum pernah melakukan hubungan suami istri) sedang mandi di sendang tiba tiba Dalang Budoyo datang karena dia sangat mengagumi kecantikan Lanjar Maibit dia melihat Lanjar Maibit sedang mandi lalu dia naik ke atas pohon yang berada tak jauh dari tempat pemandian untuk memperhatikan Lanjar Maibit mandi dari atas pohon.tak sengaja lanjar maibit melihat bayangan di air yaitu bayangan Dalang Budoyo yang sedang memperhatikannya mandi  dari atas pohon.saat melihat bayangan itu seketika Lanjar Maibit memakai selendangnya atau baju dan pergi meninggalkan tempat pemandiaanya.ternyata cincin Llanjar tertinggal di batu,Dalang Budoyo melihat cincin tersebut dan mengambilnya walaupun dia tidak bisa memiliki hati lanjar maibit tapi dia cukup senang mendapatkan cincin dari wanita yang sangatdi cintainya.
Selain Dalang Budoyo ada Begendung Kuwon (dari desa Pekuwon),Minak Jepolo (dari desa Sawahan/Logawe) dan masih banyak pemuda yang mengagumi Lanjar Maibit dan ingin menikahinya tapi mereka semua tidak ada yang bisa meluluhkan hati Lanjar Maibit.
Suatu ketika ada pemuda tampan yang bernama Minak Anggrang(dari padangan) putra Bupati Padangan sedang berburu burung di dekat sendang dia bertemu Lanjar Maibit dan dia terpesona oleh kecantikan sang Lanjar Maibit pada saat itu juga dia lansung jatuh cinta pada Lanjar ternyata Lanjar pun juga menyukai Minak Anggrang dan mereka pun menikah.
Suatu hari Minak Anggrang melihat istrinya sedang bersama pemuda pemuda itu tidak lain adalah Joko Grenteng yaitu adik dari Lanjar Maibit karena Minak Anggrang melihat kedekatan mereka diapun cemburu dan curiga kemudian Minak Anggrang menuduh  bahwa JokoGrenteng selingkuhan Lanjar Maibit.Joko Grenteng menjelaskan bahwa mereka bersaudara,tetapi Minak Anggrang tidak mempercayainya dan Minak Anggrang menyuruh mereka membuktikan kalau mereka benar benar bersaudara.kemudian Joko Grenteng dan Lanjar Maibit setuju untuk melakukan bunuh diri berdasarkan syarat yang di berikan Minak Anggrang untuk membuktikan bahwa mereka bersaudara dan mereka tidak berselingkuh.jika posisi kepala mayat mereka berdua berbeda dengan posisi saat mereka di kubur(kepala bersingkuran)membuktikan bahwa mereka benar benar bersaudara dan mereka tidak bersalah dan jika posisi kepala mereka tidak berubah atau tetap pada posisi mereka saat di kuburkan(kepala saling berhadapan) itu berarti mereka membuktikan tidak bersaudara dan mereka bersalah.beberapa hari setelah kematian Joko Grenteng dan Lanjar Maibit Minak Anggrang mengali kuburan Joko Grenteng dan Lanjar untuk melihat posisi kepala mereka.dan ternyata posisi kepala mereka berdua berbeda dengan posisi mereka pada saat di kubur (kepala bersingkuran)yang artinya mereka benar benar bersaudara dan mereka tidak bersalah.mengetahui itu Minak Anggang sangat terkejut dan sangat menyesal karena dia tidak percaya pada penjelasan Joko Grenteng dan istri yang sangat di cintainya Lanjar Maibit
Penyesalan pada diri Minak Anggrang terus terasa setiap saat sampai Minak Anggrang  jatuh sakit kemudian ajal menjemputnya.
Dari kejadian itu menjelaskan bahwa Lanjar Maibit memiliki kesatuan cantik luar maupun dalamdan kemurnian cinta yang di miliki oleh seorang wanita.oleh karena itu untuk menghormati kemurnian Lanjar Maibit orang orang di desa Maibit menyebut daerah di sekitar sendang sebagai sendang Lanjar Maibit.
Gendhis savindra. Diberdayakan oleh Blogger.