Minggu, 04 Desember 2016

on Leave a Comment

Kesetiaan Berakhir Di Titik Air Hujan

Banjir di kecamatan soko, tuban

Desa Leluhurku “ Banjir ” Desa Kenongosari Kecamatan Soko, kabupaten Tuban adalah asal leluhurku dari mama.Sedangkan Desa ndengok, Paciran ,Lamongan adalah asal leluhurku dari papa, dan kini kami tinggal di Kabupaten bojonegoro,. Haaa .. klo dingat ingat perjalanan kehidupanku mirip seperti dalam epos rakyat jawa yang di kenal dengan cerita “Srihuning Mustiko Tuban”. Tapi sekarang aku bukan akan menulis sebuah cerita tentang legenda daerahku itu tapi ini soal keadaan cuaca untuk saat ini.

Secara keseluruhan Cuaca di Bumi Nusantara ini sedang dalam keadaan curah hujan yang sangat tinggi,sebagian derah terendam banjir, tak terkecuali daerah leluhurku kecamatan soko ,desa kenongosari setiap tahun pasti yang namanya mbah banjir selalu singgah untuk bertamu hahaha..

Banjir adalah sebuah rahmat dari TUHAN, tapi terkadang hujan juga bisa menjadi bencana, entah itu dari gagal panen hingga yang sampai yang mengerikan yaitu kehilangan nyawa dari musibah banjir. Sekarang sebagaian pulau jawa sudah memasuki musim penghujan, dan tak terkira curah hujan sangat tinggi,ini menyebabkan dibantaran bengawan solo atau dikuntur tanah yang lebih rendah jadi terendam air banjir. Akibatnya jalur jalan yang menghubungkan Desa pandan wangi dan Ds sundulan tergenang air setinggi betis.  Ok itu sedikit info  di kecamatan soko. Sekarang  kalian simak ceritaku yang pasti masih ada hubungannya dengan hujan and banjir…

Kesetiaan Berakhir Di Titik Air Hujan


Entah kenapa saat hujan tiba,ibu setengah abad itu akan berdiri di jendela rumahnya, Dia selalu asik berlama lama menatap rintik hujan turun yang membasahi setiap jengkal tanah.ia akan mencium bau tanah yang menyengat di basahi air hujan. Perempuan itu akan berdiri di jendela hingga hujan reda, itu acap kali di lakukan dan sering kali aku melihat, pas aku baru pindah dulu sampai sekarang masih sering aku melihat dia berdiri di jendela saat hujan tiba.Dengan mimic wajah muram, sesekali aku melihat mulutnya berkomat kamit seperti mengeja sesuatu,sesekali juga ku lihat ia tersenyum,seakan terlintas dalam pikirannya sesuatu yang menyenangkan dan perasaan bahagia.

Sore itu hujan sangat deras. Aku baru pulang dari kuliah dengan badan basah kuyup karena aku naik motor. Rasa dingin menyelimuti badan.Sudah kebiasaan setiap waktu hujan kala sore tiba, aku pulang dalam hujan, Sengaja berbasah basahan menikmati rintik hujan. Ini memang sudah menjadi kegemaranku mandi air hujan. Maka dari itu orang tuaku member nama RAINA. Sering mama memarahi tapi aku g  tahu setiap pulang di waktu hujan, pasti aku tak melewatkannya. Dalam fikiranku disetiap titik air hujan yang menyentuh kulitku seakan rasa bahagia dan hilang semua rasa penat di kepala.Dalam fikiranku sampai di rumah sudah pasti mandi pakai air hangat dan bersih, nasehat mama seperti terabaikan. Haaaa …. #dasar_anak_bandel#

Kembali kecerita sore itu hari rabu,tepatnya sore menjelang maghrib. Dilangit mendung menggantung gelap, aku pulang kuliah dengan badan lelaah bukan kepalang. Seluruh urat sarafku tegang, hingga rasa mood pun hilang. Mata lelah dan sayu menatap layar computer. Selepas sembahyang maghrib aku lebih memilih berdiam di rumah. Cuaca memang lagi sedang buruk , suara menggelegar petir bersahut sahutan  seperti pantun malaikat penjabut nyawa, Sewaktu kecil dulu EYANGku pernah bercerita, dikala suara petir itu datang tandanya langit lagi murka, Tuhan sedang mengejar iblis yang terkutuk, dan jika suara petir itu besar pertanda iblis yang dikejar kena sasaran.Entah benar atau hanya untuk cerita pengantar tidur dari Eyangku untuk menakut nakutiku saja. Tapi yang pasti ketika suara petir itu besar aku lebih memilih duduk di ruangan tengah dengan mbak siti pembantu di rumahku karena mama sedang pergi.

Malam itu hujan benar benar sangat deras, air tercurah dari langit seakan tak ada habisnya diselingi  kilat dan petir dari senjata dewa INDRA jika dalam dunia pewayangan, ngeri!!!.... bener bener suasana sepi and sunyi. Suara air hujan yang jatuh menghentak hentak atap membuatku penasaran,aku sengaja mengintip lewat jendela.Benar adanya memang setiap hujan tiba Ibu ini yang menjadi tetangga rumahku itu akan selalu berdiri di samping jendela menatap bayang hitam rintik hujan.Apa ia orang yang mencintai hujan?Tidak. Kalaupun benar,  ia akan berlari dan berbasah basah dalam hujan. Hujan di luar masih saja lebat sekali.Angin kencang  mulai membuat suasana semakin menakutkan.Tepat jam Sembilan aku mulai mengantukk efek lelah seharian otak dip eras saat di fakultas dan kantor,bergegas aku pergi masuk kamar, hujan tak akan segera reda kayaknya..sesekali petir masih menyambar nyambar….aacchh  entahlah!! Semoga semua akan baik baik saja.

Seperti biasa pagi pagi banget aku sudah bangun untuk menunaikan kewajiban sholat subuh, mandi dengan air hangat hehhhmmm sangat segar, yaaa biarpun agak segan segan karna dinginnya sampai menusuk tulang. Namun tiba tiba mbak siti lari buru buru ngetuk ngetuk pintu kamarku.
” Tuk..tukk..tuukkk, Non.teriak mbak siti.
“Iyaaa..mbak, ada apa aku lagi mandi”. Jawabku
“cepet non, di luar banyak orang
“banyak orang? Emang ada apa,mbak?”.jawabku
“gak tau non, …non liat sendiri, kayaknya ada pak Rt dan Polisi juga kok.
“Iyaa.. nanti aku mandi dulu!!” sambil malas.ada apa,yaa? Pohon tumbang mungkin karena hujan campur angin semalam,pikirku.Sayup sayup aku dengar banyak suara orang berkumpul di jalan depan samping rumahku.Aku membuka jendela ruangan tamu, deg! Di luar oran orang sedang menatap sesuatu hal yang di kerumuni orang ramai.Aku melihat pak Rt sedang berbicara dengan telepon genggamnya dan aku juga melihat seorang polisi sedang berbicara menggunakan handy talky.

Aku keluar dengan mimic penasaran,mengira ngira ada apa?dan apa yang terjadi? ada kejadian apa?.Dengan masih memakai kain mukena, aku melangkah dengan wajah penasaran.Rasa ingin tahu akan apa yang terjadi ,orang orang saling berbicara satu sama lain.Mereka bertanya dengan harapan mendapat jawaban yang meyakinkan. Aku kaget hamper tak percaya menatap sesosok mayat yang taka sing bagiku. Biarpun wajahnya sudah gosong seperti terbakar. Bukankah itu ibu tetanggaku yang setiap hujan tiba akan berdiri di jendela rumahnya menatap keluar rumah?

Orang orang saling menatap .Ada yang diam seolah tak percaya pada apa yang terjadi. Wajahku pucat pasi menyaksikan sesosok mayat ibu itu.wajahnya seperti tersenyum.Beberapa polisi sibuk menyiapkan kantong jenajah.kuberanikan diri untuk bertanya pada seorang penduduk.Ibu ini tersambar petir semalam. Itu jawaban yang kudapat. suami ibu ini tak ada yang tahu rimbanya. Sepuluh tahun sudah meninggalkannya.ibu ini hidup sendiri menjadi seorang janda.Mereka tidak mempunyai anak sama sekali.kabar yang aku dengar dari desas desus orang orang kampong, Ibu ini  kerap berdiri  di jendela rumahnya kala hujan tiba. Dia menunggu suaminya  pulang dari rantau.Ketika pertama kali  suaminya berangkat merantau,suasana memang hujan deras.Suaminya berjanji akan pulang  saat hujan deras tiba,seperti juga saat dia pergi meninggalkannya.

Seperti kebanyakan perempuan lain,ibu ini selalu percaya  pada lelaki yang telah menikahinya. Sekarang, tak ada seorang pun yang tahu dimana rimbanya sang suami.Ada yang menyebut kabar buruk,suaminya telah masuk penjara dengan kasus perampokan anak seorang pejabat di ibukota. 

Kesimpulan Apa pun kata orang,ibu ini selalu menanti sang suami pulang,saat hujan deras,sampai petirkemudian menjemput ajalnya, mungkin inilah yang dinamakan cinta sejati, cinta yang di tunjukan seorang istri kepada suaminya.


Setiap orang bisa menunjukan dengan berbagai cara, untuk menunjukan rasa setia dan cintanya pada seseorang yang dia sayangi, mungkin ada sebagaian orang mengataka apa yang di lakukan oleh si ibu itu suatu perbuatan yang konyol, tapi setiap orang bebas mendefinisikan rasa cinta dan setiannya masing masing. 


KLO ADA MASUKAN SILAHKAN TINGGALKAN PESAN DI KOLOM COMENT.

Penulis :

Rachmawaty Savindra Putry

0 komentar :

Posting Komentar

Gendhis savindra. Diberdayakan oleh Blogger.