Inilah lagu kesukaanmu dan kenangan kita, untukmupangeranku hooney.,.,
aku hanya ingin sekedar menulis menulis tentang kenanganku,rasaku rasa yang telah lalu
disaat brasa rindu datang aku hanya bisa meratap dan menghayal andai semua tak seperti ini betapa bahagia hati ini,dalam gundahku hanya coretan tinta dan goresan pena yang dapat menghiburku
duniaku sempit karna memendam rasa rindu yang teramat sakit.
Aku memang sudah berniat tidak lagi menyelipkanmu dalam tulisan-tulisanku lagi. Rasa rindu ini terus-terusan mengingatkanku, aku tak perlu menulis apa apa lagi tentangmu. Tapi tak apa kalau hanya sedikit kan? Toh, kau pun takkan pernah tau, takkan pernah sadar ‘ini’ untukmu, aku menulis tentang kita, kau takkan pernah tertarik untuk sedetik saja meliriknya apa lagi membacanya kan? Dan apalagi untuk mengerti maksud tiap kata-kataku, ya aku tau, kau takkan mengerti atau mencoba mengertinya. Sudahlah… anggap saja aku menulis untukku sendiri.
aku hanya ingin sekedar menulis menulis tentang kenanganku,rasaku rasa yang telah lalu
disaat brasa rindu datang aku hanya bisa meratap dan menghayal andai semua tak seperti ini betapa bahagia hati ini,dalam gundahku hanya coretan tinta dan goresan pena yang dapat menghiburku
duniaku sempit karna memendam rasa rindu yang teramat sakit.
Aku memang sudah berniat tidak lagi menyelipkanmu dalam tulisan-tulisanku lagi. Rasa rindu ini terus-terusan mengingatkanku, aku tak perlu menulis apa apa lagi tentangmu. Tapi tak apa kalau hanya sedikit kan? Toh, kau pun takkan pernah tau, takkan pernah sadar ‘ini’ untukmu, aku menulis tentang kita, kau takkan pernah tertarik untuk sedetik saja meliriknya apa lagi membacanya kan? Dan apalagi untuk mengerti maksud tiap kata-kataku, ya aku tau, kau takkan mengerti atau mencoba mengertinya. Sudahlah… anggap saja aku menulis untukku sendiri.
Saat itu kita berada di lantai yang sama, sejajar. Hanya ada sebuah
dinding yang tak terlalu besar dan kurasa belum bisa disebut
‘penghalang’. Tapi nyatanya dinding itu terlalu besar untukku saat itu
(entah bagaimana untukmu). Membuat aku tak bisa melihatmu dan kau juga
tak bisa (mau) melihatku. Rasa-rasanya kau tak peduli padaku saat itu,
ah yang benar adalah memang tidak pernah peduli kan? Tapi aku masih saja
peduli, mungkin kalau pun dindingnya membesar, makin besar dan kita
tetap sama-sama tidak dapat saling melihat tapi rasaku tetap belum bisa
terhalang sampai sekarang (entah bagaimana dengan besok, semoga saja…)
hari sabtu siang itu, kau ingat? Ah, sudahlah kau tak punya ruang lagi
untuk sedetikpun saja ingat padaku. Harusnya aku tak lagi membahasmu,
percuma kau takkan tau isi tulisan ku yang ini ini saja, tentang mu
tentang mu saja.
Pernah sekali angin cerita padaku, kalau kau sedang patah hati. Eh…
kau bisa merasakan rasa patah itu juga? Kalau iya, kau pasti tau juga
bagaimana rasanya kan? Perih, nyeri dan tak hilang-hilang sampai lama,
iya kan? Tapi mengapa kau mengenalkan kata patah itu padaku? Seandainya
ku tanya padamu apa jawabanmu adalah ‘tidak sengaja’? Banyak
pertanyaanku yang masih menitik bersama titik-titik gerimis yang turun
malam ini, dan langit yang gelap itu masih saja diam tak mau membantu
barang secuil menjawabnya. Tapi sukurlah aku mengenalmu, dekat denganmu,
walau hanya sekejap, ya aku bisa merangkai jutaan kata dengan lancar
sambil membayangkanmu dari yang banyak cerita senyum sampai cerita
menangis bersama mendung. Oh ya, kertas kusut kenangan-kenangan darimu
sudah ku buang ke tempat sampah di kamarku lalu dibuang ke tempat sampah
lebih besar di depan rumah dan dibawa si pemulung entah ke mana mungkin
ke tempat pembuangan akhir atau malah didaur ulang (semoga di daur
ulang dan menjadi kertas kenangan lebih manis untuk yang lain), eh
bahkan mungkin kau sudah lupa pernah memberi kenang-kenangan itu padaku?
Atau jika ku tanya mungkin jawabanmu pun akan bilang ‘tidak sengaja
memberinya padaku’. Sudahlah ya, mungkin ini saatnya aku menyudahi
cerita tentangmu, menganggapmu hanya hujan yang numpang lewat dan tidak
berakhir dengan pelangi warna-warni.
Hm ya, harusnya tulisan ini ku buat saat hari pertama waktu memaksaku
menyatakan ‘putus’ untuk rasa padamu, tapi saat itu justru aku tak
ingin menulis apa-apa aku masih terlalu tersentak dengan kejutan hari
itu. Dan hari ini saat perasaanku sedikit melega, aku mulai ingin
menulis lagi, mungkin ini akan jadi surat terakhirku untukmu. Awalnya
aku susah payah mengikismu sampai hilang, tapi jumat kemarin di
kendaraan umum aku duduk sebelahan dengan anak kecil seusia delapan
tahunan dan kau tau, wajahnya mirip sekali denganmu. Entah apa karena
bayanganmu masih setengah memudar dalam pikiran makanya melihat anak
kecil itu aku jadi ingat lagi padamu, entah ya… yang ku tahu karena itu
aku jadi ingin menulis surat terakhir ini untukmu (terlepas kau akan
membacanya atau tidak).
Biarkan aku mengurung (nama) mu dalam peti kenanganku, ah semakin
sesak saja isi peti itu ya. Tolong jangan muncul lagi dulu, jangan…
sebelum rasa dan luka ini mengering sama-sama. Aku takut kalau belum
kering dan kau datang lagi masih dengan bau-bauan yang sama, akan ada
bentuk rasa yang lain atau mungkin yang lama akan ranum lagi. Sudah ya,
semoga kau bisa bersamanya dengan, bahagia, aku mendoakan
suatu saat nanti kita akan bertemu dan bersama lagee ,. impian cintaku yangingin seperti cerita Cinderella dan pangerannya berakhir duka.,.,.
aku sadar hidup di dunia ini tak ada yang abadi semua ada batasannya
yaaa illahi robby.,.,.
aku sadar hidup di dunia ini tak ada yang abadi semua ada batasannya
yaaa illahi robby.,.,.