Selasa, 17 Mei 2016

on Leave a Comment

Salahkah Aku Memilih Cinta

https://cahkenongo.blogspot.com
salahkah aku memilih cinta

Pada pertengahan april 2014  merupakan waktu yang begitu rentan bagi saya. Hati dan pikiran saya tercurah pada satu hal yang tidak pasti. Ya, saya menyadari bahwa saya sedang mengalami jatuh cinta sekaligus patah hati. Tapi, jatuh cinta saya kali ini sangat berbeda. Pengalaman baru untuk diri saya sebagai seorang wanita biasa.
Baru dua hari yang lalu saya dan dia saling jujur masalah perasaan. Semalam kita pun kembali membicarakannya penuh keseriusan. Ya, kami berdua sama-sama tahu bahwa kami menginginkan keseriusan yang jelas dalam sebuah hubungan. Mengingat usia kami yang tidak lagi remaja. Saya yang sebentar lagi menginjak 21 tahun dan dia yang akan menginjak 24 tahun. Umur yang cukup matang untuk ke tahap yang lebih serius.
Sayangnya, setiap hal yang kami inginkan tidak berjalan mulus. Berulang kali dia bertanya dan berusaha ingin mendapatkan jawaban dari saya atas pertanyaan, "Kamu yakin mau sama aku? Aku bukan pria baik-baik. Sedangkan kamu adalah wanita baik-baik,"
"Ya, aku yakin," jawab saya sambil menerka-nerka ada rahasia apa di balik pertanyaan yang ia ajukan. "Tolok ukur baik tidaknya seseorang dilihat berdasarkan penilaian masing-masing orang. Buat aku, kamu baik," tambahku berusaha meyakinkan.
"Kamu cantik dan baik," ujarnya perlahan seraya menghela napas panjang. "Rasanya aku nggak pantas mendapatkan kamu. Kamu terlalu baik. Kamu masih polos, lugu dan aku hanya takut nantinya malah mengecewakanmu atau menyakitimu."
Hening, saya hanya terdiam.
Kemudian dia melanjutkan, "Aku yakin pria yang bisa mendapatkan kamu adalah pria yang beruntung. Pria yang baik, pria yang sholeh, pria yang sejajar dengan kamu. Jarang loh, masih ada wanita sebaik dan secantik kamu saat ini. Kamu wanita baik-baik yang masih bisa menjaga diri kamu. Kalau aku jadi sama kamu, aku hanya takut nggak bisa menjaga kamu."
"Tidak bisa menjaga dalam arti apa?"
"Ya, kamu mengertilah. Kita sudah dewasa. Aku takut tidak bisa menjaga yang satu itu."
"Okay, I know it. Tapi kamu masih punya kesempatan untuk berubah."
"Ya, tapi hingga saat ini aku belum berubah. Aku masih sama. Aku takut suatu saat aku kumat dan aku takut menyakiti kamu."
"Tapi aku yakin, setiap pria pasti pernah melakukan hal yang tidak baik dan nanti ada saatnya ketika mereka benar-benar berada pada satu titik bahwa ia akan berhenti. Setiap orang bisa berubah dan itu semua kembali pada diri kamu sendiri."
"Iya, aku tau itu. Tapi aku takut kumat."
"Kamu cuma takut pada bayanganmu sendiri."
"Ya, iya sih." Jawabnya dengan nada putus asa.
"Kamu jangan merasa diri kamu serendah itu. Kita semua sama di mata Tuhan. Kita punya derajat yang sama sebagai manusia. Hanya saja perilaku yang membedakan. Masa lalu kamu, biarlah kamu simpan. Kalau kamu berkata seperti itu, apa kamu nggak pernah berpikir bisa mendapatkan wanita baik-baik?"
"Setahu aku, jodoh itu merupakan cerminan dari diri kita. Apa yang telah aku lakukan, aku perbuat selama ini terlalu buruk. Suatu saat aku akan mendapatkan wanita yang merupakan cerminan dari diriku."
Aku kembali menyanggah dan rasanya tidak adil jika ia harus berbicara seperti itu. Seolah-olah ia merasa pesimis pada hidupnya sendiri. "Tapi apakah pria buruk tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan wanita baik?"
"Aku nggak tahu."
"Kamu pernah sadar nggak, Tuhan punya rahasia ketika Dia mempertemukan seseorang ke dalam hidup orang itu?"
"Maksudnya?"
"Maksudnya Tuhan punya rahasia mengapa aku dan kamu dipertemukan. Kita nggak tahu apa tujuan Tuhan telah mempertemukan aku dan kamu. Tuhan punya cara dan rencananya sendiri. Biasanya dari cara dan rencananya itu Tuhan memberikan jawaban. Tapi kita nggak tau apa jawaban di balik semua itu."
"Oh iya, jadi masih misteri ya. No one knows."
"Ya, itulah. Jadi kamu nggak perlu pesimis sama hidup kamu. Nggak semua pria buruk tidak bisa mendapatkan wanita baik."
"Iya..." jawabnya menggantung ragu-ragu.
"Dari pertama kenal, kamu sendiri nyaman nggak sama aku?"
"Nyaman, nyaman banget. Kamu wanita baik-baik yang aku kenal. Kamu itu baik banget."
"Dan, baru kali ini aku menemukan orang yang takut memacari aku karena masa lalu, sikap dan perilakunya yang nggak baik."
"Maaf ya, kalau aku bilang kayak gitu. Aku cuma mau jujur aja sama kamu. Biar kamu tahu pahitnya dulu."
"Iya, nggak apa-apa. Aku malah sangat menghargai kamu dengan mengatakan yang sebenarnya."
Percakapan kami berjalan ringan begitu saja. Diawali dengan membicarakan pekerjaan hingga diakhiri percakapan serius mengenai hidup dan masa depan. Walaupun rasanya sedih tapi saya harus bisa menerima kenyataan dan menerima kekhawatiran dia. Saya harus bisa mengerti meskipun Tuhan telah menciptakan rasa ini di hati saya. Dan…, yang kulakukan masih sama, setiap kali kami berjalan bersama, kuambil beberapa langkah mundur darinya, dan, kulihat dirinya, aku tersenyum sekaligus sedih.
Ya, mungkin kami lebih cocok sebagai teman baik dan teman untuk saling berbagi cerita tentang pengalaman hidup. That's all.
***


Sabtu, 27 Februari 2016

on Leave a Comment

Cinta Di Batas Mendung Yang Tak Berujung


https://cahkenongo.blogspot.com
 Cinta Di Batas Mendung Yang Tak Berujung

Bojonegoro :Cerita pendek yang sangat menyentuh " cinta di batas mendung tak berujung" ketikan demi ketikan jemari di atas tuuuttts laptopku sebaris dua baris dan tak terasa sudah satu halaman penuh dengan di temani se gelas caffe moccacino dan roti panggang my faforrit,keasikanku menulis dalam kamarku yaanggg eeemmmm ...
di luar mendung mulai jatuh dan rintik air hujan membentur kaca jendela kamarku .. sunyi dan sangat sunyi



https://cahkenongo.blogspot.com
 Cinta Di Batas Mendung Yang Tak Berujung

Reina, dari balik jendelanya mengamati jutaan tetesan air hujan yang jatuh beramai-ramai sore itu. Dia menikmatinya bersama dengan segelas moccacino ditangannya. Moccacino hangat yang digenggamnya, cukup berhasil membuat moodnya kembali baik. Dan sepertinya moccacino hangat itu juga mampu menghangatkan tubuhnya yang kedinginan karena hujan diluar. 




“sampai kapan kau mau berdiri depan jendela seperti itu?” tanya pria itu. “kau tidak sedang patah hati kan?” lanjutnya sambil menghampiri Reina yang sedang berdiri depan jendela.


Reina hanya tersenyum lalu mengacuhkan pria itu.

“Haaa, kenapa dia? ” keluh pria itu.

Di meja, Reina kembali menatap layar laptopnya, kemudian ia melanjutkan tugas yang diberi oleh dosennya lusa lalu.

2 jam berlalu, hujan sepertinya sudah mengering diluar sana. Reina merasa inilah waktu yang tepat untuk kembali ke rumah. Ia takkan kehujanan hari ini. Selain sudah terlalu larut untuk meneteskan airnya, sepertinya awan lelah menangis dari tadi. Segeralah ia berkemas, kemudian jalan keluar dari gedung kampusnya.

Malam ini sudah pukul 22:30, tidak ada lagi orang-orang di gedung itu, kecuali penjaga gedung kampus dan keluarganya. Pria yang tadi menggodanya sewaktu di perpustakaan, ia sudah pergi duluan, setengah jam yang lalu, sebelum Reina memutuskan untuk pulang.

Dia jalan menuju ke rumah, sendirian, ahh tidak. Dia berdua dengan bayangannya. Malam ini dingin sekali, mungkin efek dari turunnya hujan tadi. Reina lupa membawa jaket hangatnya. Karena itulah, Reina harus kuat menahan dinginnya malam ini.

“haa.. apa ini?” tangan Reina menadang keatas. Sepertinya awan ingin menangis lagi. segeralah ia menepi, mencari tempat untuk meneduh. Ia tak ingin kehujanan lagi malam ini. “Hah, kalau setiap pulang ke rumah hujan-hujanan, bisa menurun daya imunku. Tidak! Aku tidak mau sakit.” Keluhnya dalam hati.

Saat ia meneduh di tepi jalan, beberapa kali ia melihat pasangan kekasih berlari bersama. Sebagian besar dari mereka mencari tempat berteduh, tapi ada juga yang justru sengaja bermain lari-larian ditengah derasnya hujan. “Hahh, seperti anak TK saja. Sudah larut padahal, tapi kenapa mereka masih saja berkeliaran? APA INGIN MEMBUATKU IRI? Hem.” JENGKEL DALAM HATI”

Dan sepertinya, hujan malam ini enggan berhenti. Sudah hampir 1jam ia berdiri ditepi itu untuk meneduh, tapi tidak dilihatnya tanda-tanda hujan akan berhenti. Hari semakin larut, hanya tinggal beberapa menit saja, tengah malam. Tapi Reina masih saja di tepi jalan itu. Seperti menunggu seseorang, tapi bukan seseorang. Melainkan menunggu sang awan berhenti menangis.

Berbicara menunggu, sama halnya seperti mengharap sesuatu. Entah itu apa atau siapa. Yang jelas, menunggu adalah hal yang sangat membosankan. Reina takkan mengulanginya. Tapi sepertinya, ia akan mengulangnya. Tidak akan terulang, jika ia memutuskan untuk bergerak pergi dari sana. Hingga pada akhirnya, ia memutuskan untuk menerobos saja hujan malam ini. ia berfikir, hujan malam ini tidak berujung.

Sesampainya di rumah, ia benar-benar basah. Tanpa babibu, ia langsung pergi ke kamar mandi dan membersihkan dirinya agar tidak menjadi penyakit di kemudian hari. Tak peduli itu pukul berapa, mau sedingin apa airnya, yang penting hujan hari ini tidak menjadikannya sulit di kemudian hari.

Selesai membersihkan dirinya, ia melemparkan tubuhnya di atas kasur. Ia siap-siap untuk tidur, agar besok ia tidak telat ke acara tersebut. Dan malam ini, ia tidur dengan nyenyak.


*kriiiiiiiiiing.. kriiiiiing..kriiiiiiiiing*

Alarm Reina berbunyi. Sulit rasanya ia membuka mata. Mungkin itu efek karena ia tidur pagi. Bukan malam lagi, karena sudah lebih dari larut malam.

5 menit selang alarm menyala, dering ponsel Reina berbunyi. Dengan mata yang susah dibuka, ia meraba-raba dan meraih handphonenya, ketika didapatnya, “Pagi sayang.. aku rindu kamu. Bisa kita ketemu?” Suara laki-laki dari diseberang sana, berhasil membuat mata Reina terbuka sempurna.

“hah?” jawab Reina kaget. Ia melihat dari balik ponselnya, melihat nama penelpon yang dengan tiba-tiba saja menelponnya. Ya, dia Firman. Lelaki yang membuatnya menunggu. Dan Firman juga yang telah membuat Reina untuk tidak lagi menunggu.

“Re, kamu masih disana?” suara itu menyadarkan Reina dari lamunannya.

“kamu masih menyimpan nomor ponselku? Aku kira ke reset. Jadi kamu lupa menghubungiku.” Ketusnya.

“Maaf Re, kamu tau kan bagaimana dunia aku?” katanya memelas.

“eum..”

“jangan marah, sayang. Kita janjian jam 10 ketemu tempat biasa ya?” katanya.

“kenapa harus janjian? Kenapa engga kamu aja yang jemput aku? Lagi pula...” Reina belum selesai bicara, Firman memotongnya.

“aku gak bisa lama-lama. Aku harus nganter mama berobat.”

“oh, gitu. Yasudah, aku juga engga bisa. Hari ini aku harus menghadiri berbagai macam event. Lain kali saja kita bertemunya.” Kata Reina kesal.

“Yah, kok gitu sih yang. Aku kan.....”

Reina sepertinya tidak ingin mendengarkan alasan Firman. Bukannya tak percaya, tapi Reina ingin Firman sedikit lebih peka. Reina muak dengan hubungan mereka belakangan ini. belum lagi masalah Firman mendua, yang tak pernah Reina ungkit selama ini. Reina hanya ingin Firman menjadi seperti dulu, selalu memprioritaskan Reina diatas segalanya. Tidak ada istilah dunianya, atau apalah itu. Reina juga enggan berdebat panjang diponsel. Lagi pula, jika di perdebatkan, sudah pasti Firman yang terlebih dahulu mengakhirinya. Jadi, sebelum itu terjadi, Reina lah yang terlebih dahulu melakukannya.

“sudah ya, aku ada janji jam 9. Atur aja lagi jadwal bertemu kita. Sepertinya duniamu jauh lebih menarik dibanding aku. Sampai ketemu (bila kamu nekat untuk menemuiku hari ini).” katanya kepada Firman lalu mengakhiri teleponnya.


“oke teman-teman BumFM, satu lagi lagu yang bakal Reina puterin buat kamu kamu semua, ini lagu untuk orang kesayangan Reina, sampai ketemu besok, masih di stasiun radio dan jam yang sama, Reina pamit, selamat siang, selamat menjalani aktivitas, check this out...”

Selesai sudah tugas Reina sebagai penyiar radio siang ini.

“Are you okay?” tanya salah seorang teman penyiar Reina, sekaligus sahabatnya semenjak SMP, Gina.

“eum..” Reina hanya menganggukkan kepalanya dan memasang wajah yang meyakinkan bahwa ia tidak apa-apa.

“Jadi jam berapa acaranya?” tanya Gina.

“Acara apa?” Reina justru balik bertanya.

“Haaa.. Konser bandnya Bayu, gebetan lo itu..” Ledek Gina.

“Ohh.” Jawab Reina santai. Gina pun memasang muka bingung.

“Apa? Gebetan gue? Ngaco lo! Gue masih pacar sahnya Firman nih! Ish.” Ketus Reina.

“euumm.. Berarti kalo lo pacar sahnya, foto cewe yang waktu itu lo kasih liat ke gue, itu pacar tidak sahnya Firman?”

“he eum..” Reina mengangguk.

“tapi, Firman ngelakuin hal yang sama loohh ke cewe itu kaya waktu Firman nembak lo. Berarti pacar sahnya juga kan?” ledek Gina.

“Ginaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa” rengek Reina.

“Hahahaaaa.. Ya lagi elo sibuk banget nungguin Firman. Firman aja disana engga nungguin lo. Capedeh.”

“Gue udah engga nunggu Firman kok. Gue udah moveon!”

“Moveon? TEORI! Kalo lo udah moveon, tanda lope lope dibelakang nama kontak Firman lo apus dong. Bila perlu, sekalian aja nomornya, orangnya juga, elo apus deh tuh dari hidup lo.” Ketus Gina.

“engga semudah mengedipkan mata Giii. Semua butuh proses, moveon juga butuh yang namanya proses. Yang instan itu cuma mie indomie.”

“oke okee.. tapi....” belum Gina menyelesaikan omongannya, Reina justru pergi meninggalkannya.

“gue duluan, ada janji, bye..” pamit Reina.

“Haaaa.. anak itu..” kesal Gina.

Sesampainya di luar gedung, sepertinya awan ingin menangis lagi. Benar saja, baru 3 kali melangkah, air hujan pun berjatuhan. “halaahh, lagi lagi ujan.” Kesal Reina sambil berlari menepi mencari tempat untuk berteduh.

Siang ini ia kembali menunggu. Menunggu untuk sang hujan. Reina sangat benci melakukan ini. karena, kata “menunggu” itu mengingatkan ia kepada sosok laki-laki yang menjadi kesayangannya. Sosok kesayangan yang harus segera dilupakan. Agar sakitnya tidak berkepanjangan. Reina juga ingin hidup tenang, Reina ingin melakukan hal yang sama seperti Firman. Reina ingin dengan dan atau tanpa Firman, Reina baik-baik saja. namun pada kenyataannya, TIDAK. Melupakan Firman itu sama saja bunuh diri. sakitnya justru berkepanjangan.

Sambil menunggu hujan berlalu, Reina menatap layar ponselnya. Di gambar pembukanya, masih gambar Reina dan Firman. Ia mengamatinya, sambil membatin “tadi pagi kamu bilang, kamu rindu aku. Aku jauh lebih rindu sama kamu Man.” Tetesan air selain air hujan itu melintas lagi di pipi Reina.


“lagu terakhir yang bakal Bayu nyanyiin buat teman-teman disini. Terimakasih sudah mau datang, terlebih lagi perempuan yang duduk di dekat jendela sana. lagu ini Bayu buat sendiri khusus untuk dia..”

Reina hanya menoleh, lalu melontarkan senyuman ke arah Bayu. Lalu? Menatap lagi ke arah jendela. Entah apa yang Reina fikirkan kala itu. Tapi, Bayu berhasil menyanyikan lagu ciptaannya yang dibuat untuk Reina dengan sangat sempurna dan memukau. Bayu merona di depan panggung sana. tepuk tangan para penonton kafe itu membuktikan bahwa penampilan penutup Bayu sangatlah menghibur. Di tambah lagi reaksi Reina yang duduk disebelah sana. Reina tersenyum dan bertepuk tangan seakan Reina setuju dengan para penonton kala itu.

“sederhana tapi sangat memukau. Kamu terlihat sangat hebat Bay malam ini. aku sangat menikmati lagu terakhirmu tadi.” Puji Reina kepada Bayu.

“Ahh.. kamu bisa saja. itu juga berkat kamu Rei.. Aku jadi lebih bersemangat malam ini.” jawab Bayu.

“tidak Bay.. Kamu memang berbakat dalam bidang ini. inilah dunia kamu. Aku bukan apa-apa Bay.”

“sstt.. Rei..” kata Bayu sambil mendekatkan jari telunjuknya ke bibir Reina guna menghentikan semua perkataan yang keluar dari mulut Reina.

“ini memang bakatku, tapi ini bukan duniaku. Duniaku adalah kamu, kamu sumber semangatku. Bagaimana bisa kamu ini bukan apa-apa? aku menempatkan kamu dibagian paling penting dalam hidupku. Sudah berapa kali Rei, aku menjelaskan semua perasaan aku ke kamu? Aku sayang kamu.” Katanya.

Bayu mendekatkan bibirnya ke kening Reina. Tapi, Reina menghindar.

“engga Bay, engga boleh. Aku masih punya status sama yang lain. Lagi pula aku gamau nyakitin perasaan kamu. Aku gamau kamu kecewa karena sikap aku yang acuh tak acuh sama kamu. Aku udah berusaha baik ke kamu, aku udah usaha buat mengada-adakan perasaan itu, tapi tetep Bay, aku gabisa. Firman terlalu sulit untuk aku hapus dalam hidup aku. Jangan tanya kenapa, tapi yang jelas untuk kesekian kalinya aku menolak kamu. Maaf..” kata Reina dan kemudian ia pergi meninggalkan Bayu disana.

Diluar kafe, ternyata awan menangis lagi. sepertinya awan sedang galau akut. Hingga air yang selalu dijatuhkannya ke bumi tak ada ujungnya. Dan untuk kesekian kalinya Reina kehujanan. Tapi kali ini, Reina tidak peduli, mau sekuyup apa dia nanti. Dia perlu menenangkan fikirannya. Mungkin dibawah derasnya hujan, ia bisa setidaknya sedikit saja tenang.

Tak ada yang salah sebenarnya dari Bayu. Dia baik, berbakat, pengertian, perhatian, dan sangat tidak pantas untuk ditolak. Tapi, entah kenapa Reina justru lebih memilih mempertahankan Firman, yang jelas-jelas sudah mendua.

Sesampainya Reina di rumah, ia benar-benar basah karena hujan. Seperti biasa, tanpa babibu dia langsung membersihkan dirinya. Setelah membersihkan dirinya, ia berniat untuk segera memejamkan matanya dan beristirahat. Meski belum terlalu larut malam, tapi suasana dingin karena efek hujan diluar sangatlah mendukung untuk memejamkan mata dan beristirahat sampai esok hari.

Tapi sebelum ia benar-benar nyenyak, tiba-tiba saja dering ponselnya berbunyi. Disana, dilihatnya nama kontak yang memanggilnya adalah Firman. “sudahkah ia bosan dengan dunianya hingga akhirnya dia sadar bahwa ia membutuhkanku?!” ketus Reina dalam hati.

“apa?” jawab Reina.

“kamu udah di rumah?”

“udah, kenapa?”

“bisa keluar sebentar? Ada bintang loh” rayu Firman.

“bintang? Ngaco! Sekarang kan lagi hujan” jawab Reina sambil menghampiri pintu dan kemudian membukanya.

Betapa terkejutnya Reina, ternyata didepan pintu rumah, disana Firman berdiri seorang diri dengan membawa sebuket bunga Lily putih kesukaan Reina.

“Happy Anniversary untuk yang ke 5 bulan sayaang. Sekarang aku bisa dengan jelas melihat bintang itu.”

Reina masih belum percaya, bahwa yang berdiri di depannya itu adalah Firman. Reina hampir lupa kalo hari ini adalah hari anniversary hubungan mereka yang ke lima bulan. Tidak ada kata selain kata bahagia yang Reina tau untuk sekarang ini. ia hanya mampu menutup mulutnya dengan tangan dan mata berkaca-kaca. Reina bahagia, sangat sangat sangat bahagia. Reina merasa kebahagiaan yang dulu hilang, kini kembali pulang.

“Man, ini beneran kamu kan?” tanya Reina meyakinkan. “Aku engga sedang bermimpi kan Man?”

“engga sayang. Ini beneran aku. Aku datang karena aku ingin melihat bintangku dari dekat. Aku rindu kamu.” Katanya meyakinkan Reina bahwa Reina tidak sedang bermimpi malam ini.

Sekejap, tanpa berkata apa-apa lagi, Reina langsung memeluk Firman. Dan Reina sekarang ada didekapan Firman. Reina menangis bahagia didekapan Firman. Sampai-sampai Reina lupa mempersilakan Firman masuk ke dalam. padahal dingin diluar sangatlah menusuk tulang.

“sampai kapan kita mau berpelukan seperti ini Re? Kamu tau, ini dingin sekali.” Perkataan Firman itu menyadarkan Reina. Dan kemudian segeralah Reina mempersilakan Firman masuk ke dalam rumah.

Sesampainya mereka didalam, Firman memberikan surprise bertubi-tubi untuk Reina. Berawal dari sebuket bunga Lily, menyanyikan lagu favorit mereka berdua sambil bermain gitar, memberi bingkisan kecil yang berisi kalung emas putih berbentuk hati, dan menemani Reina sepanjang malam hingga Reina tidur nyenyak malam ini.


“Semalam itu....” Reina berhenti bicara dan memperhatikan jendela. Ia jalan menuju jendela dan membuka tirainya. “ternyata hujan benar-benar galau akut. Padahal semalam aku bahagia sekali. Kali ini kita tidak senasib seperjuangan, langit. Aku sudah kehilangan awan mendungku dan sekarang awan mendung itu berganti menjadi pelangi. Selamat pagi...” cerianya pagi ini.

Hari ini Reina terlihat lebih baik dari hari sebelumnya. Rona bahagia diwajahnya sangat terlihat jelas. Rasanya seperti ia akan hidup untuk selama-lamanya. Begitu hebatnya sosok seorang Firman. Ia mampu menyulap hari-hari Reina yang hampir mendung setiap harinya menjadi hari yang penuh dengan warna dan pelangi. Mungkin itulah salah satu alasan kenapa Reina tidak bisa menghapus Firman begitu saja.

“Semalam Firman pulang jam berapa ya?” fikirnya sambil mengotak-atik ponselnya. Ia berniat untuk menghubungi Firman guna menanyakan itu.

“Nuuttt..
Halloo, Reina ya?” sapa seorang perempuan dari seberang sana.

“Ini siapa ya?” jawab Reina kebingungan. Ia melihat layar ponselnya lagi guna memastikan bahwa ia tidak salah sambung. “benar ah aku menghubungi nomor Firman..” batin Reina.

Ada kekhawatiran yang tiba-tiba muncul. Reina menjadi sangat khawatir lagi ketika didengarnya suara jeritan perempuan memanggil nama Firman. Berulang-ulang. Kemudian terdengar suara tangis perempuan yang mengangkat telepon Reina.

“Maaf, ini siapa ya? itu siapa yang berteriak? Firman kenapa? Ini siapa? Kenapa suaranya seperti orang menangis? Haloo.. haloooo?” tanya Reina dengan paniknya.

Reina tidak mendapatkan semua jawaban atas pertanyaan tadi. Reina hanya disuruh perempuan itu untuk segera ke rumah Firman. Tanpa fikir panjang, Reina langsung pergi kesana.

Diperjalanan, Reina mencoba menghubungi Gina, sahabatnya. Namun, tidak bisa. Ia bingung harus apa. bukannya ia takut untuk pergi kesana sendirian, tapi Reina ingin Gina mengetahuinya. Atau jangan-jangan Gina sudah tau?

Sesampainya Reina di kediaman Firman, ia mengiyakan firasat buruknya itu.

“Kenapa jadi seperti ini? apa ini akibat karena aku terlalu menyombongkan diri? apa ini? mereka semua kenapa? Kenapa berpakaian gelap seperti itu? dimana Firman? Apa dia ikut-ikutan memakai pakaian-pakaian gelap itu?” batin Reina sambil melewati satu per satu orang yang ada di sekitar rumah Firman.

Sesampainya didalam, bibir Reina menjadi kaku, tubuh Reina serasa sangat lemas, kaki seperti tidak lagi mampu menopang berat tubuh, matanya mulai berair, hidung mulai memerah, Reina sadar akan satu hal, Firman tidak ikut memakai pakaian-pakaian gelap itu, melainkan Firmanlah yang membuat mereka mengenakan pakaian itu.



Tidak ada lagi yang Reina ingat setelah kejadian tadi. Reina terkulai lemas karena itu. Reina menangis sangat keras. Ia belum bisa menerima kenyataan. Reina kehilangan Firman selama-lamanya.

“Semalam kamu bilang, kamu janji gak akan ninggalin aku lagi. kamu janji bakalan mengganti semua waktu yang aku buang karena terlalu sibuk menunggu kamu. Kamu janji untukkk.... Lihat sekarang Man, lagi-lagi kamu ingkari janji kamu. Lagi-lagi aku kecewa karena kamu. Aku mungkin akan sangat marah Man jika kamu masih bernafas depan aku sekarang. Tapi aku bisa apa? aku gamau Man ngeliat kamu terbujur kaku kaya gini. Aku sayang kamu Maaannnnn..”

“Rei.. Udaahh.. Percuma kamu nangis kaya gini. Gaakan pernah ngubah kehendak Tuhan..” kata Gina menenangkan Reina.

Diruang dimana hanya ada Reina dan Gina, seorang perempuan menghampiri mereka. Buat Reina, wajah perempuan ini sudah tidak asing. Pernah melihat atau mungkin bertemu tapi entah dimana. Reina tidak terlalu mempermasalahkannya. Kali ini Reina sedang kacau. Tak ada yang Reina fikirkan selain kenyataan bahwa Firman telah meninggalkannya.

“Maaf kak, hanya ini yang Mas Firman tinggalkan untuk kakak sebelum beliau pergi.” Kata perempuan itu sambil menyodorkan secarik kertas. Sepertinya surat wasiat.

“”Dear Reina sayang,
aku tau kamu pasti akan membaca surat ini. surat ini bukan surat wasiat. Aku menulis surat ini hanya untuk mengakui bahwa aku benar-benar menyayangimu. Aku tau kamu pernah dengar kabar soal aku yang mendua. Demi TUHAN, selama aku menghembuskan napasku hingga akhir napasku hembuskan, aku hanya menyayangimu. Tidak, aku tidak pernah mendua sayang. Wanita yang waktu itu kamu perlihatkan gambarnya kepada Gina adalah adik sepupuku.
Pengakuan selanjutnya adalah Bayu. Ia adalah sahabat baikku. Maaf aku tidak memberitau tentangnya ke kamu. Karena setelah aku di diagnosis dokter karena penyakit terkutukku ini, aku rasa aku perlu dia untuk menjaga kamu. Maka selama ini, aku membiarkannya untuk mencuri hati kamu. Tapi ternyata, bukan hati kamu yang tercuri olehnya. Hatinya lah yang tlah tercuri olehmu. Kamu kira aku tidak marah akan hal itu? Aku marah sekali Re. Tapi, penyakit terkutukku ini benar-benar mengutukku sehingga aku benar-benar harus mengalah oleh waktu. Aku berfikir, Bayu lebih bisa sering ada didekat kamu dibanding aku.
Lalu duniaku, maaf Re.. kamu tau sebelumnya, bahwa duniaku itu adalah kamu. Aku hanya tidak ingin membebani fikiran kamu. Aku hanya ingin kamu fokus kepada tugasmu sebagai seorang mahasiswi. Biarlah aku sendirian yang menahan sakit karena obat-obatan ini.
Maaf juga untuk janji terakhirku Re.. Aku tau kamu pasti sangat marah, dan bila aku ada dihadapanmu sekarang, pasti kamu sudah mencaci makiku.
Hanya satu yang perlu kamu ingat Re, aku selalu ada bersama kamu. Langkahmu, hatimu, dan fikiranmu.””

Reina tidak henti-hentinya menangis. Entah apa yang dia rasakan sekarang. Menyesal? Marah? Yang Reina tau, semua ini adalah salahnya. Reina yang tak pernah mau mendengar alasan yang selalu Firman ingin katakan. Andai saja Reina menunggu dengan mencari tau sesuatu. Pasti rasa sesaknya takkan sesakit itu.

“Semalam itu bagaikan mimpi indah sepanjang musim hujan. Andai aku bisa menghentikan waktu saat itu, aku tak pernah ingin kejadian hari ini...” sesal Reina.

Rabu, 23 Desember 2015

on 2 comments

Rintik Hujan Di Bulan Desember (surat untuk Daniel)


https://cahkenongo.blogspot.com
Rintik Hujan Di Bulan Desember

Denting suara derai butiran air hujan jatuh di atas genteng kamarku buru buru aku menutup jendela kamar agar sang bayu tak masuk membawa Kristal bening itu. Mendung dan hujan di bulan desember… aaacchh 2 tahun sudah kenanganku terhadapmu HONEY.. L L  Rintik Hujan Di Bulan Desember (surat untuk Daniel) itu adalah cerita yang tanpa sengaja aku tulis, dalam keisenganku.. 2 hari lagi saudara kita yg beragama nasrani akan merayakan natal(merry crismas) dan tahun akan berganti “ vacation tahun baru bersamamu pasti akan sangat bahagia” tapi itu hanya angan.

Sisi lembut menyerangku di saat aku sedang memikirkanmu. Cukup kusyukuri bahwa perasaan tak tegaku muncul terlambat. Jika sedari tadi, pasti aku takkan ada di sini.
Aku menyandarkan kepala ke jendela. Mengamati rintik hujan di luar sana menabrakkan diri pada kaca hingga terlihatlah anak sungai kecil terasa layaknya lukisan abstrak yang indah namun mampu mengiris hati.

Aku seperti mengenang lelehan air mataku yang beberapa tahun lalu kau tinggalkan tanpa perasaan. Akankah kau masih di sana? Menangis tersedu-sedu seraya menatap punggungku yang perlahan menjauh lalu menghilang. Tak mungkin kan kau masih di sana di saat hujan lebat seperti ini?

Perlahan, semakin aku menatap langit gelap serta rintik hujan yang kian deras, aku semakin mengkawatirkanmu. Karena aku tahu kau cowok yang begitu nekat sekaligus rapuh.
Maafkan aku… Meskipun mungkin kau masih di sana, aku tetap tak mampu menghampirimu. Perpisahan ini adalah jalan satu-satunya bagi kita. Layaknya awan kelabu yang menjatuhkan hujan hingga ke dasar tanah lalu sosoknya perlahan menghilang agar pelangi dapat menampilkan keindahannya. Seperti itulah kita. Demi kau aku rela menghilang agar kau terus ada di sana terlihat indah nan memukau seperti kupu kupu.

Semoga ada yang menerangi sisi kegelapan ini.
menunggu…
Seperti kupu kupu, setia menunggu pada saat musim semi tiba…

“Lihatlah, awan mendung di langit itu! Sebentar lagi hujan akan tiba tapi tunggulah selalu ada pelangi sehabis hujan. Meski kau tak selalu tahu dan melihat kemunculannya. Namun percayalah seperti pelangi yang akan tetap membiaskan warna-warna indahnya di langit cerah setelah kegelapan yang disebabkan oleh awan mendung menyelimuti bumi. Seperti itulah kesedihan yang kau derita, suatu saat pasti akan berganti dengan kebahagiaan yang terasa indah,” ujar seorang lelaki berperawakan kecil namun terlihat manis.

Dia memang bukanlah lelaki gagah perkasa yang bisa melindungi gadisnya dengan kekuatan fisik yang hebat. Dia juga bukan tipe lelaki yang dapat dijadikan bahan pamer dengan berjuta kelebihan luar yang mampu memukau mata. namun sikapnya yang selalu sukses menghasilkan rasa nyaman nan hangat bagi yang berada di dekatnya, senyumnya yang terlihat tulus, mata polosnya yang memancarkan kesungguhan merupakan anugerah tersendiri yang dia miliki. Dialah Daniel. Pria lembut yang berperasaan halus.

Gadis yang berdiri di hadapannya, yang tadi ikut serempak mendongak ke langit bersama Daniel beralih menatap lekat lelaki yang berhasil mencuri hatinya. Ada sesuatu yang mengusik benaknya setelah dengan tiba-tiba lelakinya berucap dengan nada rendah nan berat. Belum sempat dia berucap Daniel sudah bersuara.

“Kau akan bahagia. Itu pasti! Percayalah luka yang aku torehkan sekarang takkan berlangsung lama. Selanjutnya hidupmu akan menjadi cemerlang tanpa aku.
Kau adalah Putry yang hebat dan akan lebih hebat lagi tanpa aku di sisimu karena aku hanyalah menjadi batu sandungan bagi kesuksesanmu. Aku ini awan mendung kelabu yang gemar menghalangi keindahan langit Putry. Bukan kah awan kelabu ini harus menyingkir agar pelangi bisa muncul?”

Gadis ini mengernyit tak mengerti. Kata-kata Daniel adalah sesuatu yang terasa sulit dia cerna. Apalagi ketika matanya mengamati ekspresi lelakinya yang sendu. Rasa was-was yang muncul di benaknya sedari tadi semakin membesar menjadi rasa takut. Takut akan kehilangan.

“Ap-apa maksudmu, Niel?” Putry sudah mampu mencerna akan tetapi kini rasa tak percayalah yang menghadangnya untuk bisa mengerti tiap-tiap kata yang terlontar dari bibir Daniel.
Daniel menghela nafas berat, tatapan matanya beralih menyorot hamparan dedaunan pohon Maple yang berayun-ayun terhempas oleh angin lembap nan dingin. Pertanda hujan akan segera datang.

“Pergilah! Ikutlah dengan Mamamu ke Jepang. Di sana kau akan bisa meraih apa yang kau ingini. Segalanya ada untukmu. Jangan bertahan di sini. Di sampingku dan tinggal bersama Papamu yang pemabuk itu. Kami hanyalah pria tak bertanggung jawab yang akan menjadi penghalang bagimu. Kami hanyalah awan gelap yang akan menghalangi keindahan warna-warna pelangimu.”

Suara tenor seorang Pria yang sudah lewat beberapa jam lalu kudengar masih saja terngiang-ngiang dengan jelas. Seolah seperti hantu yang tanpa wujud namun tak juga berhenti bicara. Terus saja mengkumandangkan kata-kata ‘manis’ nan menusuk, membuatku yang menangis di bawah rintik hujan ini semakin merasakan sesak yang amat sangat beserta perih di hati.
Tahu apa kau tentang kebahagiaanku? Bersama Mama memanglah membuat segala yang kuingini terwujud.

“ aku tidak bisa pisah Daniel!!!” teriakku mengumbar segala yang yang menyesaki dada. Aku kembali mendongak sambil menitikkan air mata yang tak nampak karena dengan cepat terhapus oleh rintik hujan. “Niel… Aku tak mau pergi,” gumamku. Percuma memang aku berucap demikian. Toh, dia takkan mendengarnya.
“Tapi kau tetap harus pergi. Kalau kau tak pergi, aku akan membencimu!”

Kata-katanya kembali terngiang. Begitu nyata dan menusuk. Seolah Dia masih ada di sini. Lama dia bergulat dengan pikirannya sendiri seraya terus saja me-review setiap kata yang meluncur tulus namun dingin dari Daniel. Akhirnya hingga pada satu titik dia mulai mengerti.
“Kau bukan awan gelap Niel. Kau adalah matahari. Meski hujan turun namun jika tak ada matahari yang bersinar terik di atas sana, pelangi takkan muncul. Ketahuilah itu.” Seulas senyum meski getir terukir di bibirku. Aku memejamkan mata. Merasai tiap tetes hujan yang mengenaiku. Tak sakit… Sekarang setelah aku memahami apa yang dia inginkan. Aku tak lagi merasakan sakit.

‘Sampai nanti ketika hujan tak lagi meneteskan duka, menetas luka.
Sampai hujan memulihkan luka…
Aku…
Selalu suka sehabis hujan di bulan Desember.’

“Selamat tinggal,” gumam Daniel yang mengintip dari jendela ruang tamu. Menatap gadisnya yang di luar sana tepat di depan rumah mungilnya terlihat menyeret koper besar. Gadis itu berhenti melangkah ketika dia sampai di ambang pintu Taxi yang akan mengantarnya ke Bandara. Daniel yang merasakan bahwa gadisnya akan menatap ke rumahnya menutup tabir cepat. Dia takut bertemu pandang. Dia takut jika melihat mata Putry, maka dia akan berlari ke sana dan menghalangi kepergiannya.

“Daniel…,” gumam Putry ketika matanya menatap ke arah rumah tetangga sejak kecil, orang yang selalu melindunginya layaknya seorang Kakak dan perlahan berubah menjadi kekasihnya. Kakinya melangkah perlahan. Menyeberang bermaksud menyambangi rumah yang tertutup itu. Sepucuk surat dia ambil dari dalam tas kecil yang menggantung di bahunya.

Tepat di depan pintu yang pastinya terkunci rapat itu, dia tak ingin mengetuk. Meski sangat ingin dirinya bertemu dan memeluk lelakinya untuk yang terakhir sebelum dia pergi tapi dia tahu dia tak boleh bertemu. Dia takut kakinya terpaku tak mampu meninggalkan tempat ini.
Setelah hembusan nafas berat dan air mata itu dia usap kasar. Dia membungkuk. Berjongkok. Menyelipkan amplop berisi isi hatinya untuk Daniel dari sela-sela daun pintu. Medorong amplop itu kuat-kuat hingga berhasil masuk ke dalam sana. Seraya berdoa dalam hati agar lelakinya mau membaca isi surat itu. “Kuharap kau mau menungguku, Niel.” Putry berbisik. Selanjutnya dia melangkah pergi dengan langkah terseret tak rela.

“Teruntuk Daniel bodoh…

Meski kau ucapkan selamat tinggal padaku, namun bagiku tak ada kata selamat tinggal bagi kisah kita. Yakinlah, tak hanya sampai di sini pertemuan kita. Kelak kita akan bertemu lagi di bawah rintik hujan bulan Desember. Tidak dengan isak tangis sedih, namun pertemuan dengan isak tangis bahagia.

Niel, kau bukanlah seperti yang ada di pikiranmu. Kau bukan awan mendung yang menutupi keindahanku tapi kau adalah matahari yang bersinar cerah. Komponen penting selain hujan yang membuat munculnya pelangi yang indah. Ingatlah selalu! Kau Matahariku.

Sampai jumpa… Tunggu kedatanganku…

Putry~

Sehabis membaca secarik kertas hasil goresan pena Putry. Sisi rapuhnya muncul tanpa bisa ditahan. Di balik Pintu kokoh ini dia menangis tersedu-sedu. Kakinya melemas hingga duduk tersungkur di lantai rumahnya.
“Entah kapan kau akan datang, aku akan menunggumu, Putry. Sampai jumpa,” ucapnya disertai dengan isakan pilu. Kertas yang digenggamnya sudah tak berbentuk lagi. Kusut dan basah seolah kertas itu adalah visualisasi hatinya yang remuk dan sedih oleh kepergian kekasihnya…



Kamis, 17 Desember 2015

on Leave a Comment

RASA CINTA DI BULAN DESEMBER(love at first sight)”



https://cahkenongo.blogspot.com
love at first sight
Banyak hal yang terjadi di bulan desember tahun ini, “ kisah  dari pergantian musim, hari natal(merry crismas) dan di penghujung tahun ada malam tahun baru(happy new years),.. banyak kenangan kenangan yang terjadi salah satunya adalah perasaanku “RASA CINTA DI BULAN DESEMBER(love at first sight)” . Aku rasa semua orang mempunyai perasaan seperti yang aku tuliskan ini, yaa mungkin tulisan ini bias mewakili untuk perasaan perasaan mereka..



Rintik butir air hujan berjatuhan di tengah malam desember yang sunyi ini, suasana sepi yang menyergap hilang seketika dikala butiran air itu mulai melebur dengan tanah. Hanya tinggal sepasang mata yang masih menangkap dibalik tumpukan embun. Butiran air yang jatuh membawa sepotong demi sepotong kisah masa lalu kembali menarik untuk diperdebatkan dalam kepala ini. Masa depan berlalu seperti kilatan petir yang turun ke bumi, begitu cepat hingga bergabung dengan masa lalu yang lain.

Membayangkan 2 tahun silam hanya selama 2-3 kali kedipan mata. Setiap inchi bagian otak ini dapat merekam dengan baik selembar demi selembar kisah yang aku torehkan pada waktu itu. Wanginya bunga kenanga didepanku pagi itu tak tercium, seakan-akan terkalahkan dengan paras cantik seorang pegawai baru didepan toko kami. Rambutnya panjang terurai diterbangkan angin, angin pagi yang sepertinya juga takjub dengan kecantikan wanita itu. Untuk saat ini saya hanya bisa melihat siluetnya di celah2 beragam bunga di etalase toko ini, oya saya lupa memperkenalkan diri nama saya adalah benno.

Seorang penjaga di toko bunga yang sudah turun temurun dimiliki oleh keluarga saya. Toko ini berada di kawasan kompleks pertokoan yang cukup ramai. Dan ditempat inilah, dibalik sehelai daun kenanga, sepasang mata yang tak pernah berkedip mengamati kecantikan wanita itu. Sudah seminggu belakangan ini saya hanya bisa mengamati dia dari kejauhan. Tidak ada keberanian sama sekali bahkan hanya untuk menyapanya. Jangankan menyapa, bertatap muka pun kami belum pernah. Namun pada minggu ke-2 sejak pertama kali saya melihatnya, sepertinya alam semesta ini menginginkan kita bertemu.

Wangi bunga kenanga inilah yang merasuki indra penciumanya sehingga ia tertarik untuk menuju ke toko kami.

"Permisi mas" sapa lembut sang wanita pegawai baru di toko sebelah itu. "Iya ada yang bisa saya bantu?" Jawabku yang tengah merapikan bunga2, saya belum mengetahui bahwa itu adalah suara wanita yang 2 minggu belakangan ini selalu menggangu pikiranku. Dan ketika saya menoleh, saya ternganga. Dia 3x lipat terlihat lebih cantik ketika berada sedekat ini. Seketika itupun waktu seperti membeku, seakan-akan tuhan mengijinkan saya untuk berlama-lama menatap keindahan wajahnya dari jarak yang sedekat ini. "Mas?" Suara lembutnya meruntuhkan lamunanku, "o..oh, I....iyaa mba?" Suaraku parau terbata-bata. Dia ingin memesan seikat bunga mawar yang sudah dirangkai. suaranya begitu lembut, merayap masuk ke dalam otak.

Terekam dengan begitu baik. Sampai saat ini setelah 10 tahun berlalu, semua itu masih sangat jelas. Rintikan-rintikan hujan semakin banyak, semakin deras mengguyur tanah yang kering karena seharian penuh diterpa terik matahari. Masih matahari yang sama dengan yang 10tahun lalu. matahari pada siang waktu itu seperti ada di setiap sudut-sudut langit, membakar semua yang ditatapnya. panasnya dengan mudah mampu membakar air menjadi uap air. Benno pun merasa sangat gerah pada hari itu, kerongkonganya pun dirasa begitu kering, haus menjalar di sekujur tenggorokanya. Dan pandangan matanya langsung menuju ke coffe shop yang baru berdiri sekitar 3minggu itu di depan tokonya. Coffe shop yang didalamnya bekerja seorang pegawai wanita yang selalu bisa membuat hatinya berdebar-debar. "Ini seharusnya kesempatan untuk ketemu, tp bakal grogi gak ya ntar? Iya, enggak, iya, enggak. Hiss dilema" verno berdebat dengan sisi keraguanya, dan setelah memantapkan diri akhirnya dia nekat untuk kesana. Kali ini si wanita penjaga mengikat rambutnya dengan model ikat jepang, dengan kemeja putih dan rok hitam diatas lutut. Verno tersenyum dari kejauhan. Benno pun langsung menuju ke meja yang kosong, dan wanita itu pun langsung menghampirinya. "Tumben kesini mas, mau pesen apa?"

"Iya ni, lg haus. Capuchino ice satu ya mba" " itu aja mas?" "iya mba anne" matanya sambil melirik papan nama yang menempel di bajunya. Si pelayan itu pun tersenyum dan menjulurkan tanganya. "Nama saya bukan anne, tapi zeetha." Benno pun menyambut tanganya dengan senyum malu. "Saya Benno" dan dia berjanji, saya akan lebih sering ke coffe shop ini. Capuchino ice siang itu berhasil mendinginkan kerongkongan yang kering karena cuaca panas, begitu pun zeetha yang berhasil mendinginkan hati Benno yang panas karena cinta. Semenjak pertemuan mereka pada siang itu, tidak ada lagi tembok keragu-raguan yang menghalangi verno. Dia pun lebih berani menyapanya ketika berpapasan, mampir ke coffe shop nya dikala senggang, dan tertawa lepas di setiap obrolan mereka. Sampai akhirnya mereka berdua berencana untuk pergi berkencan, Malam minggu pertama dengan zeetha, langit malam sangat cerah pada malam itu, gugusan rasi bintang berkelana bebas di atas bumi ini. Sebebas hati ini yang sudah lama tak tersentuh oleh cinta, tergeletak di dalam dada sendiri sangat lama. Tapi berbeda sekarang, semua itu karena zeetha. Dia begitu cantik malam ini, rambut ikat jepangnya kembali menarik untuk dinikmati. Kami duduk di pinggir jalan sambil menikmati jalanan yang senggang malam itu. "tha, sapa Benno memecah keheningan." "Iya Ben?" "Percaya nggak sama yang namanya cinta pandangan pertama?" "Uhuuuk" zeetha pun kaget dgn pertanyaan Benno. "kalo makan doa dulu makanya, jadi batuk kan.

" "Hehee, iya maaf Ben" "Jadi? Percaya ga tha?" "Cinta pandangan pertama ya? Menurutku itu sama aja kayak kamu nemuin segelas air di padang pasir Ben” “maksudnya tha?” “jadi gini, kalo kita nemuin segelas air di padang pasir pastinya kita pengen langsung minum air itu. Padahal kita gak tau air itu bersih atau mengandung racun yang sengaja dipasang disitu untuk jebakan. Begitu halnya dengan cinta pandangan pertama, kita gatau orang itu cocok untuk kita atau malah sebaliknya bertepuk sebelah tangan. Kita harus mengambil resiko untuk memilih, Tetap meminum segelas air itu sambil berharap bahwa air itu tidak mengandung racun, atau mati terkapar karena ternyata air itu beracun. Paham Ben?” “paham tha jadi intinya aku harus ngambil resiko ya?” “aku? Jadi kamu yang lagi love at first sight?” “eh maksudku, itu, anu, apa, pokoknya gitu lah. Cuman mengibaratkan.” Benno terlihat sangat gagap dan mukanya memerah. dan tiba2 Benno langsung meraih tangan zeetha, menggenggamnya begitu erat dan ia tempelkan didadanya. Tepat dibaliknya jantung yang berdegup tidak karuan karena keadaan ini. Sebuah keadaan yang kelak akan merubah dunia mereka, menjadi dunia yang sedikit rumit, rumit yang diakibatkan oleh perasaan yang berkecamuk didalam hati mereka, RASA CINTA. Zeetha, maukah kamu jadi pacarku? Benno mengatakannya begitu lirih, sungguh dengan perasaan. Seakan-akan bukan mulutnya yang mengucapkanya tadi, melainkan sisi didalam hatinya yang mengutarakanya. Mata zeetha berkaca-kaca, dia lah lelaki pertama yang begitu berani mengutarakan ini begitu cepat. Tanpa ingin mengetahui latar belakang dirinya. Tetapi bukan karena ini zeetha menangis, melainkan karena cara Benno dalam mengucapkan kata2 tadi. Belum ada seorang laki2 di dunia ini yang bisa membuatnya menangis hanya dengan mendengar suaranya. Beno lah orangnya, yang mampu membuat zeetha menangis hanya dengan ucapanya. Zeetha pun bingung, kenapa ia bisa menangis hanya dengan mendengar ucapan Benno. Yang jelas dia merasakan ketulusan Benno, sungguh ucapan yang berasal dari lubuk hatinya, zeetha tak dapat lagi berbicara. Dia kemudian memeluk Benno, menjatuhkan tiap tetes air matanya dalam pelukan pria yang akan menjadi pasangan hidupnya mulai malam ini, malam dimana mereka saling mengetahui perasaan satu sama lain, malam dimana bintang-bintang menjadi lebih terang karena ucapan Benno, malam dimana sebuah ucapan yang benar-benar tulus mampu menumpahkan air mata kebahagian, secuil malam yang penuh makna bulan desember. Bulan desember beberpa tahun yang lalu, yang selalu akan teringat ketika desember-desember lain datang meski pada tahun yang sama. Menempel menjadi kenangan.

bulan akhir tahun yang penuh kenangan..... <-_->...

Gendhis savindra. Diberdayakan oleh Blogger.